Ilmu Komunikasi - Psikologi Pesan Sebagai Bentuk Interaksi Manusia
Bagaimana insan berguru bahasa sudah menjadi perhatian insan semenjak berabad-abad yang lalu. Beberapa penelitian menandakan bahwa bila seorang anak insan dipisahkan dari lingkungan manusia, maka ia tidak bisa berbicara. Namun sebaliknya jikalau seseorang dibesarkan di lingkungan masyarakat manusia, maka orang tersebut sanggup berdialog dan berinteraksi dengan memakai bahasa ibu yang biasa dipakai di lingkungan tersebut.
Menurut teori belajar, seorang anak sanggup memeroleh pengetahuan bahasa melalui proses asosiasi, imitasi dan peneguhan. Asosiasi berarti melazimkan suatu suara dengan objek tertentu. Sementara imitasi ialah menirukan pengucapan dan struktur kalimat yang didengarnya. Peneguhan dimaksudkan sebagai ungkapan kegembiraan yang dinyatakan dikala anak mengucapkan kata-kata dengan benar. Ketiga teori ini diterapkan oleh B.F. Skinner yang kemudian menjelaskan bahwa akan terjadi 3 respon pada belum dewasa yaitu respon mand, respon tack dan respon echoic. Respon mand dimulai dikala belum dewasa mengeluarkan suara secara sembarang; respon tack terjadi bila anak menyentuh objek, kemudian secara sembarang ia mengucapkan bunyi, dan respon echoic terjadi dikala anak menirukan ucapan orang tuanya dalam kekerabatan dengan stimulus tertentu.
Menurut Noam Chomsky, setiap anak bisa memakai satu bahasa alasannya ialah adanya pengetahuan bawaan yang telah diprogram secara genetik dalam otak yang disebut sebagai Language Acquisition Device (LAD). LAD tidak mengandung kata, arti atau gagasan, tetapi hanyalah satu sistem yang memungkinkan insan menggabungkan komponen-komponen bahasa. Walaupun bentuk bahasa di dunia berbeda-beda, namun bahasa-bahasa tersbut mempunyai kesamaan dalam struktur pokok yang mendasarinya yang disebut sebagai linguistik universal.
Teori perkembangan mental yang digagas oleh Jean Piaget memperkuat pandangan Chomsky dengan memperlihatkan adanya struktur universal yang menyebabkan pola berpikir yang sama pada tahap-tahap tertentu dalam perkembangan mental anak-anak. Kedua hebat ini menandakan bahwa otak insan bukanlah akseptor pengalaman yang pasif, tetapi sebuah organ yang dilengkapi dengan kemampuan. Penelitian sarjana memperlihatkan bahwa otak anak telah mempunyai prinsip-prnsip bahasa semenjak lahir yang bahwasanya bukan merupakan proses hasil belajar. Dengan kata lain, bahasa merupakan proses interaksi antara proses biokimia, faktor kematangan, taktik berguru dan lingkungan sosial. Dalam konteks komunikasi, pandangan tersebut memperlihatkan dasar dalam menanamkan kemampuan menyusun pesan linguistik atau konsep gres pada komunikan.
Sementara itu dari perspektif psikologi, makna tidak terletak pada kata-kata, tetapi pada pikiran orang atau pada persepsi yang dibentuknya. Makna terbentuk menurut pengalaman individu. Mungkin saja terjadi kesamaan makna alasannya ialah adanya kesamaan pengalaman masa kemudian yang dialami oleh individu-individu yang berinteraksi. Kesamaan makna alasannya ialah adanya kesamaan struktur kognitif disebut isomorfisme yang terjadi bila para pelaku komunikasi berasal dari latar budaya yang sama, status pendidikan dan sosial yang sama, dan seterusnya. Orang-orang dalam kelompok yang sama bahkan sering membuatkan kata-kata yang dimiliki secara khusus oleh kelompok mereka saja. Dengan perkataan lain, setiap profesi membuatkan bahasanya sendiri. Isomorfisme total tidak pernah terjadi alasannya ialah kita semua menyimpan makna perseorangan, terutama kalau kita berbicara ihwal makna konotatif. Makna konotatif merujuk pada asosiasi emosional yang memengaruhi reaksi individu terhadap kata-kata. Sebagai teladan kata babu, pelayan, pramuwisma mempunyai konotatif yang berbeda. Contoh lainnya ialah kata kuli, buruh, pegawai dan karyawan.
Seorang pakar bahasa berjulukan Alfred Korzybsky mengemukakan pandangannya ihwal bahasa sebagai berikut:
1. Berhati-hati dengan abstraksi. Bahasa memakai abstraksi yang merupakan proses pemilihan unsur-unsur realitas untuk membedakannya dari hal-hal yang lain. Ketika kita melaksanakan kategorisasi, kita menempatkan realitas dalam kategori tertentu. untuk menciptakan kategori, kita harus memerhatikan sebagian dari sifat-sifat objek. Sebagi contoh, buku ialah kategori yang didasarkan pada kenyataan bahwa ia ialah kumpulankertas yang dijilid.
Kata-kata yang kita gunakan berada pada tingkat abstraksi yang bermacam-macam. Semakin tinggi abstraksi kata, semakin sukar kata itu diverifikasi dalam kenyataan, dan semakin ambigu makna kata itu. Sebagai contoh: Andi: ialah seorang remaja, kalimat itu mempunyai abstraksi yang rendah. Sementara Pekerjaan: Dosen Ekonomi, mempunyai tingkat abstraksi yang lebih tinggi.
2. Berhati-hati dengan dimensi waktu. Bahasa itu statis, sementara realitas ialah sesuatu yang dinamis. Ketika seseorang bereaksi pada suatu kata, biasanya sering dianggap bahwa makna kata itu masih sama. Lima tahun yang kemudian Anda bertemu dengan Budi. Sekarang Anda membicarakan ia seakan-akan Anda membicarakan Budi yang lima tahun kemudian Anda temui. Padahal, kenyataannya pada masa kini Budi sudah berubah.
Menurut teori belajar, seorang anak sanggup memeroleh pengetahuan bahasa melalui proses asosiasi, imitasi dan peneguhan. Asosiasi berarti melazimkan suatu suara dengan objek tertentu. Sementara imitasi ialah menirukan pengucapan dan struktur kalimat yang didengarnya. Peneguhan dimaksudkan sebagai ungkapan kegembiraan yang dinyatakan dikala anak mengucapkan kata-kata dengan benar. Ketiga teori ini diterapkan oleh B.F. Skinner yang kemudian menjelaskan bahwa akan terjadi 3 respon pada belum dewasa yaitu respon mand, respon tack dan respon echoic. Respon mand dimulai dikala belum dewasa mengeluarkan suara secara sembarang; respon tack terjadi bila anak menyentuh objek, kemudian secara sembarang ia mengucapkan bunyi, dan respon echoic terjadi dikala anak menirukan ucapan orang tuanya dalam kekerabatan dengan stimulus tertentu.
Teori perkembangan mental yang digagas oleh Jean Piaget memperkuat pandangan Chomsky dengan memperlihatkan adanya struktur universal yang menyebabkan pola berpikir yang sama pada tahap-tahap tertentu dalam perkembangan mental anak-anak. Kedua hebat ini menandakan bahwa otak insan bukanlah akseptor pengalaman yang pasif, tetapi sebuah organ yang dilengkapi dengan kemampuan. Penelitian sarjana memperlihatkan bahwa otak anak telah mempunyai prinsip-prnsip bahasa semenjak lahir yang bahwasanya bukan merupakan proses hasil belajar. Dengan kata lain, bahasa merupakan proses interaksi antara proses biokimia, faktor kematangan, taktik berguru dan lingkungan sosial. Dalam konteks komunikasi, pandangan tersebut memperlihatkan dasar dalam menanamkan kemampuan menyusun pesan linguistik atau konsep gres pada komunikan.
Sementara itu dari perspektif psikologi, makna tidak terletak pada kata-kata, tetapi pada pikiran orang atau pada persepsi yang dibentuknya. Makna terbentuk menurut pengalaman individu. Mungkin saja terjadi kesamaan makna alasannya ialah adanya kesamaan pengalaman masa kemudian yang dialami oleh individu-individu yang berinteraksi. Kesamaan makna alasannya ialah adanya kesamaan struktur kognitif disebut isomorfisme yang terjadi bila para pelaku komunikasi berasal dari latar budaya yang sama, status pendidikan dan sosial yang sama, dan seterusnya. Orang-orang dalam kelompok yang sama bahkan sering membuatkan kata-kata yang dimiliki secara khusus oleh kelompok mereka saja. Dengan perkataan lain, setiap profesi membuatkan bahasanya sendiri. Isomorfisme total tidak pernah terjadi alasannya ialah kita semua menyimpan makna perseorangan, terutama kalau kita berbicara ihwal makna konotatif. Makna konotatif merujuk pada asosiasi emosional yang memengaruhi reaksi individu terhadap kata-kata. Sebagai teladan kata babu, pelayan, pramuwisma mempunyai konotatif yang berbeda. Contoh lainnya ialah kata kuli, buruh, pegawai dan karyawan.
Seorang pakar bahasa berjulukan Alfred Korzybsky mengemukakan pandangannya ihwal bahasa sebagai berikut:
1. Berhati-hati dengan abstraksi. Bahasa memakai abstraksi yang merupakan proses pemilihan unsur-unsur realitas untuk membedakannya dari hal-hal yang lain. Ketika kita melaksanakan kategorisasi, kita menempatkan realitas dalam kategori tertentu. untuk menciptakan kategori, kita harus memerhatikan sebagian dari sifat-sifat objek. Sebagi contoh, buku ialah kategori yang didasarkan pada kenyataan bahwa ia ialah kumpulankertas yang dijilid.
Kata-kata yang kita gunakan berada pada tingkat abstraksi yang bermacam-macam. Semakin tinggi abstraksi kata, semakin sukar kata itu diverifikasi dalam kenyataan, dan semakin ambigu makna kata itu. Sebagai contoh: Andi: ialah seorang remaja, kalimat itu mempunyai abstraksi yang rendah. Sementara Pekerjaan: Dosen Ekonomi, mempunyai tingkat abstraksi yang lebih tinggi.
2. Berhati-hati dengan dimensi waktu. Bahasa itu statis, sementara realitas ialah sesuatu yang dinamis. Ketika seseorang bereaksi pada suatu kata, biasanya sering dianggap bahwa makna kata itu masih sama. Lima tahun yang kemudian Anda bertemu dengan Budi. Sekarang Anda membicarakan ia seakan-akan Anda membicarakan Budi yang lima tahun kemudian Anda temui. Padahal, kenyataannya pada masa kini Budi sudah berubah.