Filsafat Cinta Didalam Islam Sang Pecinta Hakikat
Sekalipun penuh derita wajah tetap berseri-seri; tertawa bagi orang Cinta yaitu sopan santun dan kebiasaan
Hidup dia tertawa mati pun dia tertawa seakan, sebab gantinya yaitu rahmat yang menyenangkan
Hati para Kekasih Tuhan remuk tatkala mencoba menatap Wajah Sang Maha Asmara. Ingatkah akan dongeng Musa (‘a.s.) tatkala memohon penglihatan atas-Nya? Tuhan yaitu Keberadaan Mutlak, yang tak terliputi apa-pun bahkan tak terbatasi apa-pun, dan sebab itu tak punya lawan dalam segala Sifat Hakiki-Nya. Dan sebab itu, Ia tiada akan tercapai penglihatan apa pun, Ia tiada akan tersentuh indera pendengaran apa pun dan Ia tiada akan tersentuh pembatasan apa pun, pula Ia tiada akan tersentuh apa pun kecuali diri-Nya sendiri. Yaa Quduusu, Yaa Allahu, Yaa Huwa.
Tabir terbesar epilog Wajah Tuhan yaitu “keberadaan yang jamak”. Dan di antara “keberadaan yang jamak”, yang amat bersahabat dan intim yaitu “keberadaan diri sendiri”. Karena tak mungkin Tuhan dilihat kecuali oleh diri-Nya sendiri, sebab yang ada hanyalah Ia Sendiri. Wahai Yang Menunjukkan atas Zat-Nya dengan Zat-Nya. Yaa man dalla ‘ala dzaatihi bidzaatihi. KeTunggalan Wujud-Nya Yang Hakiki yaitu Ana (Aku) yang tak perlu terungkapkan dalam bahasa apa pun. Ana (Aku) dalam kemahaheningan kolam gelap dasar palung samudera raya. Diam ! Demikian kata Maulana Rumi, supaya Allah senantiasa memuliakan ruh-nya. Penglihatan salah, tak lain kesesatan, muncul sebab terlalu sering bersoal-jawab, yang tak lain yaitu salah satu keterbelitan dalam samudera kejamakan.
Keberadaan jamak, yang sering disebut dengan mumkin al - wujud , tidak real. Dimitri yang gemuk, dimitri yang kaya, dimitri yang miskin, dimitri yang ini yang itu, aku dimitri dan lain-lain hanyalah buih-buih pembatasan percik air bahari, bukanlah Hakikat Bahari. Cinta (‘isyq) merupakan satu sifat essensial Zat, Yang Selalu Menarik Zat untuk menatapi Diri-Nya Sendiri Yang Maha Tersembunyi, Kuntu kanzan makhfiyyan.
Bagi orang-orang Cinta, menatap Wajah Tuhan yaitu kenikmatan yang tak terhingga, sekaligus hakikat dari semua kenikmatan. Apa-apa yang tampak dari wujud, itulah yang disebut sifat-sifat Keindahan (atau Jamaliyyah) Tuhan. Sekilasan aroma tahi lalat Layla Sang Bidadari Malam menunjukkan pusaran kesegaran mahanikmat bagi para peCinta. Kugenggam sekeritingan rambut-Nya, ketika bermain, sebab tanpa itu kegilaan ini tak menghasilkan apa pun. Wajah-wajah pada hari itu berseri-seri, kepada Tuhan-Nya mereka menatap.
Wa allohu a’lam bi ash-showwab
Sumber:Rumi, terjemahan Abdul Hadi W.M. (Pustaka), hal. 92.
QS 6;103; Laa tudrikuhu al-abshooru wa huwa yudriku al-abshooru, wa huwa al-lathiifu al-khobiiru.
Saduran dari sya`ir Imam Khomeini, Kendi Cinta.
QS 80;38 ; Wujuuhuy yaumaidzin musfiroh, ilaa robbihaa naazhiroh.