Belajar Tauhid - Menggapai Kemenangan Dengan Tauhid
Rasulullah Shalallahu ‘alaihi Wassalam berkata kepada sobat Mu'adz ibnu Jabal, "Maukah kuberitahukan padamu pokok amal, tiang, serta puncaknya?" Mu'adz menjawab, "Mau, ya Rasulullah Shalallahu ‘alaihi Wassalam." Beliau bersabda, "Pokok amal ialah Islam dan tiang-tiangnya ialah sholat, dan puncaknya ialah jihad." (HR Tirmidzi)
Tidak diragukan lagi bahwa jihad ialah amalan yang tertinggi, puncak ketinggian Islam. Jihad ialah salah satu prinsip dari prinsip-prinsip aqidah al islamiyyah. Dengan berjihad berarti menyebabkan agama seluruhnya untuk Allah, mencegah kezholiman dan menegakkan yang haq, memelihara kemuliaan kaum muslimin dan menolong kaum mustadh'afin. Allah berfirman, "Dan perangilah mereka, supaya jangan ada fitnah dan supaya agama itu semata-mata untuk Allah." (QS Al Anfaal: 39).
Sebaliknya dengan berjihad juga berarti menghinakan musuh-musuh Allah, mencegah kejahatannya, menjaga kehormatan kaum muslimin, dan menghancurkan kaum kafirin. Allah berfirman, "Perangilah orang-orang yang tidak beriman kepada Allah dan tidak pula kepada hari kemudian dan mereka tidak mengharamkan apa yang telah diharamkan oleh Allah dan Rasul-Nya dan tidak beragama dengan agama yang benar." (QS At Taubah: 29).
Jihad ialah jalannya para salafush sholih dalam rangka menghadang permusuhan kaum kuffar, munafiqin, dan mulhidin, serta seluruh musuh-musuh agama. Di samping itu mereka juga berjihad dengan tujuan memperbaiki keadaan kaum muslimin dalam hal aqidahnya, akhlaqnya, adabnya, dan seluruh urusan-urusan agamanya dan dunianya serta mentarbiyah ilmu dan amalnya.
Sebagai seorang muslim tentunya kita meyakini dalam hati bahwa donasi ialah kesepakatan bagi mahir iman. Allah berfirman, "Dan kami selalu berkewajiban menolong orang-orang yang beriman." (QS Ar Ruum: 47). Kita juga meyakini bahwa Allah pasti menolong hamba-hamba-Nya yang menjadi penolong agama-Nya. Allah berfirman, "Hai orang-orang yang beriman, jikalau kau menolong (agama) Allah pasti Dia akan menolongmu dan meneguhkan kedudukanmu." (QS Muhammad: 7).
Itulah kesepakatan Allah dan Allah tidak akan menyelisihi janji-Nya. Allah berfirman, "Dan siapakah yang lebih menepati janjinya selain daripada Allah?" (QS At Taubah: 111). Dengan demikian menjadi kewajiban atas setiap muslim ialah mengetahui apa yang mesti dilakukan dalam rangka mengambil lantaran yang dengan itu akan membuahkan donasi Allah -dengan keyakinan bahwa kemenangan dan donasi Allah hanya akan diraih oleh orang-orang yang mahir untuk menerimanya-.
Para pembaca -rahimakumullah-, donasi Allah tidak akan turun dengan kita hanya berkoar-koar di atas mimbar, menghitung-hitung kekuatan musuh. Pertolongan Allah tidak akan tiba dengan hanya mengumpulkan jumlah orang banyak dengan bermacam-macam latar belakang aqidah dan pemahaman. Kemenangan dan donasi Allah akan sangat jauh bila menuruti caranya orang-orang udik dengan berdemonstrasi di jalan-jalan, lebih-lebih berdemonstrasi sebagai upaya menegakkan syariat Islam!!!
Mengharapkan donasi Allah bukanlah dengan cara berkhayal dan berangan-angan semata, bukan pula hanya dengan semangat yang hampa. Allah berfirman, "(Pahala dari Allah) itu bukanlah berdasarkan angan-anganmu yang kosong dan tidak pula berdasarkan angan-angan mahir kitab. Barangsiapa yang mengerjakan kejahatan pasti akan diberi pembalasan dengan kejahatan itu dan ia tidak mendapat pelindung dan tidak pula penolong baginya selain dari Allah." (QS An Nisaa: 123).
Para pembaca -yang biar dirahmati Allah-, ketahuilah bahwa persiapan yang paling besar bagi orang-orang yang beriman dalam rangka membangun kekuatan atas musuh-musuhnya ialah hendaknya bekerjasama dengan Allah melalui tauhid, kecintaan, pengharapan, takut, dan senantiasa kembali padanya, serta khusyu' dan tawakkal. Selalu berada di sisi-Nya dan mencukupkan dari selain-Nya.
Allah berfirman, "Orang-orang kafir berkata kepada rasul-rasul mereka: Kami sungguh-sungguh akan mengusir kau dari negeri kami atau kau kembali kepada agama kami. Maka Tuhan mewahyukan kepada mereka: Kami pasti akan membinasakan orang-orang yang zholim itu dan Kami pasti akan menempatkan kau di negeri-negeri itu setelah mereka. Yang demikian itu ialah untuk orang-orang yang takut akan menghadap kehadirat-Ku dan yang takut kepada ancaman-Ku." (QS Ibrohim: 13-14).
Mereka ialah para mahir tauhid yang murni yang Allah telah menjanjikan atas mereka kemenangan, keamanan, dan khilafah. Allah berfirman, "Dan Allah telah berjanji kepada orang-orang yang beriman di antara kau dan mengerjakan amal-amal yang shalih bahwa Dia sungguh-sungguh akan menyebabkan mereka berkuasa di bumi, sebagaimana Dia telah menyebabkan orang-orang yang sebelum mereka berkuasa. Dan sungguh Dia akan meneguhkan bagi mereka agama yang telah diridhoi-Nya untuk mereka dan Dia benar-benar akan menukar keadaan mereka, setelah mereka berada dalam ketakutan menjadi kondusif sentosa, mereka tetap menyembah-Ku dengan tiada mempersekutukan sesuatu apapun dengan Aku." (QS An Nuur: 55).
Apakah kita kaum muslimin telah benar-benar memperhatikan syarat yang agung ini: "... menyembah-Ku dengan tiada mempersekutukan sesuatu apapun dengan Aku"? Inilah yang mesti diketahui dan ditegakkan oleh orang-orang yang memiliki kedua penglihatan.
Ingatlah! Tatkala sekelompok kaum mu'minin dari para sobat Rasulullah Shalallahu ‘alaihi Wassalam keluar menuju perang Hunain di mana sebagiannya mereka gres masuk Islam. Ketika hingga di sebuah pohon yang disebut Dzaatu Anwaath, mereka melihat kaum musyrikin menggantungkan senjata-senjatanya pada pohon itu dalam rangka meminta berkah. Mereka berkata, "Wahai Rasulullah, buatkanlah untuk kami Dzaatu Anwaath menyerupai halnya mereka." Rasulullah Shalallahu ‘alaihi Wassalam menjawab, "Allahu Akbar!", dalam riwayat lain, "Subhanallah! Demi Dzat yang jiwaku ada di tangan-Nya, sungguh kalian telah menyampaikan menyerupai perkataan kaum Musa padanya (Musa AS): Buatlah untuk kami sebuah dewa (berhala), sebagaimana mereka memiliki beberapa dewa (berhala)." (QS Al A'raaf: 138), (HR Ahmad).
Perhatikanlah hadits ini dimana keislaman mereka yang masih gres tidak menghalangi Nabi Shalallahu ‘alaihi Wassalam untuk mengingkarinya dari satu kalimat yang akan menjerumuskan kepada kesyirikan. Jumlah mereka yang banyak, rapi siap untuk bertempur memerangi orang-orang kafir tidak menghalangi Nabi Shalallahu ‘alaihi Wassalam untuk mencegah / meluruskan kesalahan mereka yang sifatnya aqidah. Makara sama sekali dilarang mengesampingkan haq Allah untuk diibadahi dengan tauhid lantaran ini syarat yang paling agung. Jika tidak maka akan lenyaplah jihad itu.
Semoga para pembaca masih ingat, bagaimana kaum muslimin mendapatkan kemenangan yang gemilang atas kaum Tartar setelah mereka memperbaiki aqidahnya dan menandakan tauhidnya kepada Allah AWJ. Berkata Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah, "Dan dikala kaum muslimin mulai memperbaiki urusan-urusannya, benar dalam beristighotsah kepada Rabbnya, maka mereka mendapatkan kemenangan atas musuh-musuhnya dengan kemenangan yang mulia.
Sebaliknya, kaum Tartar mengalami kekalahan dengan kekalahan yang tak pernah mereka alami sebelumnya.
Ketika pembuktian tauhid yang benar kepada Allah dan taat kepada Rasul-Nya, sebetulnya Allah akan menolong Rasul-Nya dan orang-orang yang beriman dalam kehidupan dunia dan pada hari didatangkannya saksi-saksi." Ini menyampaikan bahwa donasi dan kemenangan di muka bumi tidak akan sanggup diraih kecuali setelah menancapkan agama yang benar di dalam jiwa. Dan Allah berfirman, "Sesungguhnya Aku beserta kamu. Sesungguhnya jikalau kau mendirikan sholat dan menunaikan zakat serta beriman kepada rasul-rasul-Ku dan kau bantu mereka dan kau pinjamkan kepada Allah pinjaman yang baik." (QS Al Maidah: 12).
Dan Allah juga berfirman, "Sesungguhnya Allah tidak mengubah keadaan suatu kaum sehingga mereka mengubah keadaannya yang ada pada diri mereka sendiri. Dan apabila Allah menghendaki keburukan terhadap sesuatu kaum, maka tak ada yang sanggup menolaknya dan sekali-kali tidak ada pelindung bagi mereka selain Dia." (QS Ar Ra'd: 11).
Alangkah baiknya jikalau penulis menukil wasiatnya Umar ibnu Abdil Aziz, sebagaimana diriwayatkan oleh Al Imam Abu Nu'aim dalam Al Hilyah (5/303) dari jalan Ibnul Mubarok dari Maslamah ibnu Abi Bakroh dari seorang pria dari Quraisy, bahwa Umar ibnu Abdil Aziz berwasiat kepada sebagian pekerjanya, "Hendaklah engkau bertaqwa kepada Allah di daerah mana saja Engkau berada. Sesungguhnya taqwa kepada Allah ialah persiapan yang paling baik, makar yang paling sempurna, dan kekuatan yang paling dahsyat.
Dan janganlah lantaran kebencian musuhmu kepadamu menjadikanmu dan orang-orang yang bersamamu menjadi lebih perhatian padanya daripada maksiat-maksiat kepada Allah. Sesungguhnya yang paling Aku takutkan atas insan ialah dosa-dosanya daripada makar-makar musuhnya. Karena kita membenci musuh-musuh dan menang atas mereka disebabkan lantaran kemaksiatan-kemaksiatan mereka, jikalau bukan lantaran itu kita tak punya kekuatan lantaran jumlah mereka tak menyerupai jumlah kita, kekuatan mereka tak menyerupai kekuatan kita. Jika kita tidak dimenangkan atas mereka lantaran kebencian kita, kita takkan sanggup mengalahkan mereka dengan kekuatan kita.
Dan janganlah lantaran permusuhan seseorang dari insan menyebabkan kalian lebih perhatian padanya daripada dosa-dosa kalian. Ketahuilah bahwa bersama kalian para malaikat Allah yang menjaga kalian, mengetahui apa yang kalian lakukan di rumah-rumah dan di perjalanan kalian, maka malulah dari mereka, perbaikilah kebersamaan kalian dengan mereka, janganlah kalian sakiti mereka dengan maksiat-maksiat kepada Allah sedang kalian mengira bahwa kalian fi sabilillah.
Janganlah kalian katakan bahwa musuh-musuh kita lebih buruk keadaannya daripada kita dan mereka takkan pernah menang atas kita sekalipun kita banyak dosa. Berapa banyak kaum yang dihinakan dengan sesuatu yang lebih buruk dari musuh-musuhnya lantaran dosa-dosanya. Mintalah kalian donasi kepada Allah atas diri-diri kalian, sebagaimana kalian minta donasi pada-Nya atas musuh-musuh kalian. Kita memohon yang demikian untuk kita dan kalian..."
Demikianlah sebagian dari wasiatnya Umar ibnu Abdil Aziz yang memacu kita kaum muslimin untuk senantiasa bermuhasabah atas diri-diri kita. Dan di selesai goresan pena ini penulis ingin mengingatkan kembali bahwa Allah SWT menggantungkan pertolongan-Nya atas taqwa, sabar, dan perbaikan hubungan dengan-Nya melalui tauhid. Allah berfirman, "Jika kau bersabar dan bertaqwa pasti tipu muslihat mereka sedikitpun tidak mendatangkan kemudhorotan kepadamu." (QS Ali Imron: 120).
"Ya (cukup), jikalau kau bersabar dan bertaqwa dan mereka tiba menyerang kau dengan seketika itu juga, pasti Allah menolong kau dengan lima ribu malaikat yang menggunakan tanda." (QS Ali Imron: 125).
"Jika kau bersabar dan bertaqwa, maka sebetulnya yang demikian itu termasuk urusan yang patut diutamakan." (QS Ali Imron: 186).
Walhamdu lillahi rabbil 'alamin.
Penulis: Ustadz Abu Hamzah Yusuf
Sumber artikel : Salafy
Tidak diragukan lagi bahwa jihad ialah amalan yang tertinggi, puncak ketinggian Islam. Jihad ialah salah satu prinsip dari prinsip-prinsip aqidah al islamiyyah. Dengan berjihad berarti menyebabkan agama seluruhnya untuk Allah, mencegah kezholiman dan menegakkan yang haq, memelihara kemuliaan kaum muslimin dan menolong kaum mustadh'afin. Allah berfirman, "Dan perangilah mereka, supaya jangan ada fitnah dan supaya agama itu semata-mata untuk Allah." (QS Al Anfaal: 39).
Sebaliknya dengan berjihad juga berarti menghinakan musuh-musuh Allah, mencegah kejahatannya, menjaga kehormatan kaum muslimin, dan menghancurkan kaum kafirin. Allah berfirman, "Perangilah orang-orang yang tidak beriman kepada Allah dan tidak pula kepada hari kemudian dan mereka tidak mengharamkan apa yang telah diharamkan oleh Allah dan Rasul-Nya dan tidak beragama dengan agama yang benar." (QS At Taubah: 29).
Jihad ialah jalannya para salafush sholih dalam rangka menghadang permusuhan kaum kuffar, munafiqin, dan mulhidin, serta seluruh musuh-musuh agama. Di samping itu mereka juga berjihad dengan tujuan memperbaiki keadaan kaum muslimin dalam hal aqidahnya, akhlaqnya, adabnya, dan seluruh urusan-urusan agamanya dan dunianya serta mentarbiyah ilmu dan amalnya.
Sebagai seorang muslim tentunya kita meyakini dalam hati bahwa donasi ialah kesepakatan bagi mahir iman. Allah berfirman, "Dan kami selalu berkewajiban menolong orang-orang yang beriman." (QS Ar Ruum: 47). Kita juga meyakini bahwa Allah pasti menolong hamba-hamba-Nya yang menjadi penolong agama-Nya. Allah berfirman, "Hai orang-orang yang beriman, jikalau kau menolong (agama) Allah pasti Dia akan menolongmu dan meneguhkan kedudukanmu." (QS Muhammad: 7).
Itulah kesepakatan Allah dan Allah tidak akan menyelisihi janji-Nya. Allah berfirman, "Dan siapakah yang lebih menepati janjinya selain daripada Allah?" (QS At Taubah: 111). Dengan demikian menjadi kewajiban atas setiap muslim ialah mengetahui apa yang mesti dilakukan dalam rangka mengambil lantaran yang dengan itu akan membuahkan donasi Allah -dengan keyakinan bahwa kemenangan dan donasi Allah hanya akan diraih oleh orang-orang yang mahir untuk menerimanya-.
Para pembaca -rahimakumullah-, donasi Allah tidak akan turun dengan kita hanya berkoar-koar di atas mimbar, menghitung-hitung kekuatan musuh. Pertolongan Allah tidak akan tiba dengan hanya mengumpulkan jumlah orang banyak dengan bermacam-macam latar belakang aqidah dan pemahaman. Kemenangan dan donasi Allah akan sangat jauh bila menuruti caranya orang-orang udik dengan berdemonstrasi di jalan-jalan, lebih-lebih berdemonstrasi sebagai upaya menegakkan syariat Islam!!!
Mengharapkan donasi Allah bukanlah dengan cara berkhayal dan berangan-angan semata, bukan pula hanya dengan semangat yang hampa. Allah berfirman, "(Pahala dari Allah) itu bukanlah berdasarkan angan-anganmu yang kosong dan tidak pula berdasarkan angan-angan mahir kitab. Barangsiapa yang mengerjakan kejahatan pasti akan diberi pembalasan dengan kejahatan itu dan ia tidak mendapat pelindung dan tidak pula penolong baginya selain dari Allah." (QS An Nisaa: 123).
Para pembaca -yang biar dirahmati Allah-, ketahuilah bahwa persiapan yang paling besar bagi orang-orang yang beriman dalam rangka membangun kekuatan atas musuh-musuhnya ialah hendaknya bekerjasama dengan Allah melalui tauhid, kecintaan, pengharapan, takut, dan senantiasa kembali padanya, serta khusyu' dan tawakkal. Selalu berada di sisi-Nya dan mencukupkan dari selain-Nya.
Allah berfirman, "Orang-orang kafir berkata kepada rasul-rasul mereka: Kami sungguh-sungguh akan mengusir kau dari negeri kami atau kau kembali kepada agama kami. Maka Tuhan mewahyukan kepada mereka: Kami pasti akan membinasakan orang-orang yang zholim itu dan Kami pasti akan menempatkan kau di negeri-negeri itu setelah mereka. Yang demikian itu ialah untuk orang-orang yang takut akan menghadap kehadirat-Ku dan yang takut kepada ancaman-Ku." (QS Ibrohim: 13-14).
Mereka ialah para mahir tauhid yang murni yang Allah telah menjanjikan atas mereka kemenangan, keamanan, dan khilafah. Allah berfirman, "Dan Allah telah berjanji kepada orang-orang yang beriman di antara kau dan mengerjakan amal-amal yang shalih bahwa Dia sungguh-sungguh akan menyebabkan mereka berkuasa di bumi, sebagaimana Dia telah menyebabkan orang-orang yang sebelum mereka berkuasa. Dan sungguh Dia akan meneguhkan bagi mereka agama yang telah diridhoi-Nya untuk mereka dan Dia benar-benar akan menukar keadaan mereka, setelah mereka berada dalam ketakutan menjadi kondusif sentosa, mereka tetap menyembah-Ku dengan tiada mempersekutukan sesuatu apapun dengan Aku." (QS An Nuur: 55).
Apakah kita kaum muslimin telah benar-benar memperhatikan syarat yang agung ini: "... menyembah-Ku dengan tiada mempersekutukan sesuatu apapun dengan Aku"? Inilah yang mesti diketahui dan ditegakkan oleh orang-orang yang memiliki kedua penglihatan.
Ingatlah! Tatkala sekelompok kaum mu'minin dari para sobat Rasulullah Shalallahu ‘alaihi Wassalam keluar menuju perang Hunain di mana sebagiannya mereka gres masuk Islam. Ketika hingga di sebuah pohon yang disebut Dzaatu Anwaath, mereka melihat kaum musyrikin menggantungkan senjata-senjatanya pada pohon itu dalam rangka meminta berkah. Mereka berkata, "Wahai Rasulullah, buatkanlah untuk kami Dzaatu Anwaath menyerupai halnya mereka." Rasulullah Shalallahu ‘alaihi Wassalam menjawab, "Allahu Akbar!", dalam riwayat lain, "Subhanallah! Demi Dzat yang jiwaku ada di tangan-Nya, sungguh kalian telah menyampaikan menyerupai perkataan kaum Musa padanya (Musa AS): Buatlah untuk kami sebuah dewa (berhala), sebagaimana mereka memiliki beberapa dewa (berhala)." (QS Al A'raaf: 138), (HR Ahmad).
Perhatikanlah hadits ini dimana keislaman mereka yang masih gres tidak menghalangi Nabi Shalallahu ‘alaihi Wassalam untuk mengingkarinya dari satu kalimat yang akan menjerumuskan kepada kesyirikan. Jumlah mereka yang banyak, rapi siap untuk bertempur memerangi orang-orang kafir tidak menghalangi Nabi Shalallahu ‘alaihi Wassalam untuk mencegah / meluruskan kesalahan mereka yang sifatnya aqidah. Makara sama sekali dilarang mengesampingkan haq Allah untuk diibadahi dengan tauhid lantaran ini syarat yang paling agung. Jika tidak maka akan lenyaplah jihad itu.
Semoga para pembaca masih ingat, bagaimana kaum muslimin mendapatkan kemenangan yang gemilang atas kaum Tartar setelah mereka memperbaiki aqidahnya dan menandakan tauhidnya kepada Allah AWJ. Berkata Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah, "Dan dikala kaum muslimin mulai memperbaiki urusan-urusannya, benar dalam beristighotsah kepada Rabbnya, maka mereka mendapatkan kemenangan atas musuh-musuhnya dengan kemenangan yang mulia.
Sebaliknya, kaum Tartar mengalami kekalahan dengan kekalahan yang tak pernah mereka alami sebelumnya.
Ketika pembuktian tauhid yang benar kepada Allah dan taat kepada Rasul-Nya, sebetulnya Allah akan menolong Rasul-Nya dan orang-orang yang beriman dalam kehidupan dunia dan pada hari didatangkannya saksi-saksi." Ini menyampaikan bahwa donasi dan kemenangan di muka bumi tidak akan sanggup diraih kecuali setelah menancapkan agama yang benar di dalam jiwa. Dan Allah berfirman, "Sesungguhnya Aku beserta kamu. Sesungguhnya jikalau kau mendirikan sholat dan menunaikan zakat serta beriman kepada rasul-rasul-Ku dan kau bantu mereka dan kau pinjamkan kepada Allah pinjaman yang baik." (QS Al Maidah: 12).
Dan Allah juga berfirman, "Sesungguhnya Allah tidak mengubah keadaan suatu kaum sehingga mereka mengubah keadaannya yang ada pada diri mereka sendiri. Dan apabila Allah menghendaki keburukan terhadap sesuatu kaum, maka tak ada yang sanggup menolaknya dan sekali-kali tidak ada pelindung bagi mereka selain Dia." (QS Ar Ra'd: 11).
Alangkah baiknya jikalau penulis menukil wasiatnya Umar ibnu Abdil Aziz, sebagaimana diriwayatkan oleh Al Imam Abu Nu'aim dalam Al Hilyah (5/303) dari jalan Ibnul Mubarok dari Maslamah ibnu Abi Bakroh dari seorang pria dari Quraisy, bahwa Umar ibnu Abdil Aziz berwasiat kepada sebagian pekerjanya, "Hendaklah engkau bertaqwa kepada Allah di daerah mana saja Engkau berada. Sesungguhnya taqwa kepada Allah ialah persiapan yang paling baik, makar yang paling sempurna, dan kekuatan yang paling dahsyat.
Dan janganlah lantaran kebencian musuhmu kepadamu menjadikanmu dan orang-orang yang bersamamu menjadi lebih perhatian padanya daripada maksiat-maksiat kepada Allah. Sesungguhnya yang paling Aku takutkan atas insan ialah dosa-dosanya daripada makar-makar musuhnya. Karena kita membenci musuh-musuh dan menang atas mereka disebabkan lantaran kemaksiatan-kemaksiatan mereka, jikalau bukan lantaran itu kita tak punya kekuatan lantaran jumlah mereka tak menyerupai jumlah kita, kekuatan mereka tak menyerupai kekuatan kita. Jika kita tidak dimenangkan atas mereka lantaran kebencian kita, kita takkan sanggup mengalahkan mereka dengan kekuatan kita.
Dan janganlah lantaran permusuhan seseorang dari insan menyebabkan kalian lebih perhatian padanya daripada dosa-dosa kalian. Ketahuilah bahwa bersama kalian para malaikat Allah yang menjaga kalian, mengetahui apa yang kalian lakukan di rumah-rumah dan di perjalanan kalian, maka malulah dari mereka, perbaikilah kebersamaan kalian dengan mereka, janganlah kalian sakiti mereka dengan maksiat-maksiat kepada Allah sedang kalian mengira bahwa kalian fi sabilillah.
Janganlah kalian katakan bahwa musuh-musuh kita lebih buruk keadaannya daripada kita dan mereka takkan pernah menang atas kita sekalipun kita banyak dosa. Berapa banyak kaum yang dihinakan dengan sesuatu yang lebih buruk dari musuh-musuhnya lantaran dosa-dosanya. Mintalah kalian donasi kepada Allah atas diri-diri kalian, sebagaimana kalian minta donasi pada-Nya atas musuh-musuh kalian. Kita memohon yang demikian untuk kita dan kalian..."
Demikianlah sebagian dari wasiatnya Umar ibnu Abdil Aziz yang memacu kita kaum muslimin untuk senantiasa bermuhasabah atas diri-diri kita. Dan di selesai goresan pena ini penulis ingin mengingatkan kembali bahwa Allah SWT menggantungkan pertolongan-Nya atas taqwa, sabar, dan perbaikan hubungan dengan-Nya melalui tauhid. Allah berfirman, "Jika kau bersabar dan bertaqwa pasti tipu muslihat mereka sedikitpun tidak mendatangkan kemudhorotan kepadamu." (QS Ali Imron: 120).
"Ya (cukup), jikalau kau bersabar dan bertaqwa dan mereka tiba menyerang kau dengan seketika itu juga, pasti Allah menolong kau dengan lima ribu malaikat yang menggunakan tanda." (QS Ali Imron: 125).
"Jika kau bersabar dan bertaqwa, maka sebetulnya yang demikian itu termasuk urusan yang patut diutamakan." (QS Ali Imron: 186).
Walhamdu lillahi rabbil 'alamin.
Penulis: Ustadz Abu Hamzah Yusuf
Sumber artikel : Salafy