Makalah Al-Qur'an Proses Turunnya Wahyu

 proses wahyu turun terlengkap dan terperinci serta rangkuman bahan wahyu Makalah Al-Qur'an Proses Turunnya Wahyu

APA ITU WAHYU?


a. Pengertian Wahyu secara Bahasa

Dikatakan wahaitu ilaih dan auhaitu, bila kita berbicara kepadanya semoga tidak diketahui orang lain. Wahyu yakni arahan yang cepat. Itu terjadi melalui pembicaran yang berupa rumus dan lambang, dan terkadang melalui bunyi semata, dan terkadang pula melalui arahan dengan sebagian anggota badan.
Al-wahy atau wahyu yakni kata masdar ( infinitif ); dan bahan kata itu memperlihatkan dua pengertian dasar, yaitu ; tersembunyi dan cepat. Oleh lantaran itu maka dikatakan bahwa wahyu yakni : pemberitahuan secara tersembunyi dan cepat dan khusus ditujukan kepada orang yang diberitahu tanpa diketahui orang lain.

b. Pengertian Wahyu dalam Istilah Syar'i

Secara istilah wahyu didefinisikan sebagai : kalam Allah yang diturunkan kepada seorang Nabi`. Definisi ini memakai pengertian maf`ul, yaitu al muha ( yang diwahyukan ).
Ustadz Muhammad Abduh membedakan antara wahyu dengan ide . Ilham itu intuisi yang diyakini jiwa sehingga terdorong untuk mengikuti apa yang diminta, tanpa mengetahui dari mana datangnya. Hal sepeti itu serupa dengan rasa lapar, haus duka da senang.

BAGAIMANA CARA WAHYU TURUN PADA MALAIKAT


Didalam Al- Quranul Karim terdapat nash mengenai kalam Allah kepada para malaikatnya : diantaranya :

  1. Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada para Malaikat: `Sesungguhnya Aku hendak mengakibatkan seorang khalifah di muka bumi.` Mereka berkata: `Mengapa Engkau hendak mengakibatkan di bumi itu orang yang akan membuat kerusakan padanya .`( al-Baqarah : 30 ).
  2. Juga terdapat nash wacana wahyu Allah kepada mereka : `Ketika Tuhanmu mewahyukan kepada para malaikat : `Sesungguhnya Aku bersama kamu, maka teguhkan orang-orang yang telah beriman`.( al-Anfal : 12 ).
  3. Disamping itu ada pula nash wacana para malaikat yang mengurus urusan dunia berdasarkan perintah-Nya. `Demi malaikat yang mebagi-bagi urusan.`( ad-dzariyat : 4 ).

Nash-nash diatas dengan tegas memperlihatkan bahwa Allah berbicara kepada para malaikat tanpa perantaraan dan dengan pembicaraan yang dipahami oleh para malaikat itu. Hal itu diperkuat oleh hadis dari Nawas bin Sam`an r.a yang menyampaikan :
Rasulullah SAW berkata :
`Apabila Allah hendak menawarkan wahyu mengenai suatu urusan, Dia berbicara melalui wahyu; maka langitpun tergetarlah dengan getaran- atau Dia menyampaikan dengan goncangan-yang dahsyat lantaran takut kepada Allah Azza wa jalla. Apa bila penghuni langit mendengar hal itu, maka pingsan dan bersujudlah mereka itu kepada Allah. Yang pertama sekali mengangkat muka diantara mereka itu yakni jibril, maka Allah membicarakan wahyu itu, kepada jibril berdasarkan apa yang dikehendaki-Nya. Kemudian jibril berjalan melintasi para malikat, setiap kali dia melalui satu langit, maka bertanyalah kepadanya malaikat langit itu; apa yang telah dikatakan oleh Tuhan kita wahai jibril ? jibril menjawab : Dia menyampaikan yang hak. Dan Dialah yang maha tinggi lagi Maha Besar. Para malikatpun menyampaikan ibarat apa yang dikatakan jibril. Lalu jibril memberikan wahyu itu ibarat apa yang diperintahkan Allah azza wajalla.`

Hadits di atas menjelaskan bagaimana wahyu turun. Pertama Allah berbicara, dan para malikatnya mendengar-Nya. Dan efek wahyu itupun sangat dahsyat; apa bila pada lahirnya- didalam perjalanan jibril untuk memberikan wahyu-hadis diatas memperlihatkan turunnya wahyu khusus mengenai Quran, akan tetapi hadis tersebut juga menjelaskan cara turunnya wahyu secara umum.

CARA WAHYU ALLAH TURUN KEPADA PARA RASUL


Allah menawarkan wahyu kepada para rasul-Nya ada yang melalui perantaraan dan ada yang tidak.

CARA PERTAMA : TANPA MELALUI PERANTARAAN.


Diantaranya ialah dengan :
  • Mimpi yang benar didalam tidur.

Dari Aisyah r.a dia berkata : sesungguhnya apa yang mula-mula terjadi pada Rasulullah SAW yakni mimpi yang benar diwaktu tidur, dia tidaklah melihat mimpi kecuali mimpi itu tiba bagaikan terangnya di waktu pagi hari.`

Di antara alasan yang memperlihatkan bahwa mimpi yang benar bagi para Nabi yakni wahyu yang wajib diikuti, ialah mimpi Nabi Ibrahim semoga menyembelih anaknya, Ismail. `( as-Saffat : 101-112 ).
Mimpi yang benar itu tidaklah khusus bagi para rasul saja, mimpi yag demikian itu tetap ada pada kaum mukminin, sekalipun mimpi itu bukan wahyu.hal itu ibarat dikatakan oleh Rasulullah SAW : `Wahyu telah terputus, tetapi berita-berita bangga tetap ada, yaitu mimpi orang mukmin.`
Mimpi yang benar bagi para nabi diwaktu tidur itu merupakan bab pertama dari sekian macam cara Allah berbicara ibarat yang disebutkan didalam firman- Nya:

وَمَا كَانَ لِبَشَرٍ أَنْ يُكَلِّمَهُ اللَّهُ إِلَّا وَحْيًا أَوْ مِنْ وَرَاءِ حِجَابٍ أَوْ يُرْسِلَ رَسُولًا فَيُوحِيَ بِإِذْنِهِ مَا يَشَاءُ إِنَّهُ عَلِيٌّ حَكِيمٌ
`Dan tidak mungkin bagi seorang manusiapun bahwa Allah berkata-kata dengan dia kecuali dengan perantaraan wahyu atau dibelakang tabir atau dengan mengutus seorang utusan kemudian diwahyukan kepadanya dengan seizin-Nya apa yang Dia kehendaki. Sesungguhnya Dia Maha Tinggi lagi Maha Bijaksana.`(as-Syuraa : 51 ).

  • Kalam tuhan dari balik tabir tanpa melalui perantara.

Yang demikian itu terjadi pada Nabi Musa a.s. Sebagaimana firman Allah SWT :

لَمَّا جَاءَ مُوسَى لِمِيقَاتِنَا وَكَلَّمَهُ رَبُّهُ قَالَ رَبِّ أَرِنِي أَنْظُرْ إِلَيْكَ
Artinya :Dan tatkala Musa tiba untuk pada waktu yang telah Kami tentukan dan Tuhan telah berfirman kepadanya, berkatalah Musa: `Ya Tuhanku, nampakkanlah kepadaku semoga saya sanggup melihat kepada Engkau`.( al-Araaf : 143 ).
Demikian pula berdasarkan pendapat yang paling sah, Allah pun telah berbicara secara pribadi kepada Rasul kita Muhammad saw. Pada malam isra` dan mi`raj. Yang demikian ini yang termasuk bab kedua dari apa yang disebutkan oleh ayat diatas ( atau dari balik tabir ).

CARA KEDUA MELALUI PERANTARAAN MALAIKAT


Ada dua cara penyampaian wahyu oleh malaikat kepada Rasul :


  1. Cara pertama : Datang kepadanya bunyi ibarat dencingan lonceng dan bunyi yang amat berpengaruh yang mensugesti faktor-faktor kesadaran, sehingga ia dengan segala kekuatannya siap mendapatkan efek itu. Cara ini yang paling berat baat Rasul.

    Apa bila wahyu yang turun kepada Rasulullah SAW dengan cara ini maka ia mengumpulkan semua kekuatan kesadarannya untuk menerima, menghafal dan memahaminya. Dan mungkin bunyi itu sekali bunyi kepakan sayap-sayap malaikat, ibarat diisyaratkan didalam hadis .
  2. Cara kedua : Malaikat bermetamorfosis kepada rasul sebagai seorang pria dalam bentuk manusia. Cara ini lebih ringan dari pada yang sebelumnya. Karena ada kesesuaian antara pembicara dan pendengar. Rasul meraa bahagia sekali mendengar dari utusan pembawa wahyu itu. Karena merasa ibarat insan yang berhadapan saudaranya sendiri.

Keduanya cara di atas disebutkan dalam hadis yang diriwayatkan dari Aisyah Ummul Mu`minin r.a bahwa haris bin Hisyam r.a bertanya kepada Rasulullah SAW mengenai hal itu dan jawab Nabi : ` Kadang-kadang ia tiba kepadaku bagaikan dencingan lonceng, dan itulah yang paling berat bagiku, kemudian ia pergi, dan saya telah menyadari apa yang dikatakannya. Dan terkadang malaikat bermetamorfosis kepadaku sebagai seorang laki-laki, kemudian dia berbicara kepadaku, dan akupun memahami apa yang ia katakan`.

Aisyah juga meriwayatkan apa yang dialami Rasulullah SAW berupa kepayahan , dia berkata : `Aku pernah melihatnya tatkala wahyu sedang turun kepadanya pada suatu hari yang amat dingin, kemudian malaikat itu pergi. Sedang keringatpun mengucur dari dahi Rasulullah`.

TUDUHAN & JAWABAN SINGKAT SEPUTAR WAHYU


Permasalahan wahyu sering menjadi target tuduhan kaum jahiliyan dari dulu hingga kini ( kafir qurays hingga orientalis masa kini ) dalam rangka mengkaburkan keyakinan kaum muslimin dan menjauhkan mereka dari Al-Quran, diantaranya sebagai berikut :

Pertama : Meraka menerka bahwa Qur`an dari pribadi Muhammad; dengan membuat maknanya dan dia pula yang menyusun ` bentuk gaya bahasanya` ; Qur`an bukanlah wahyu.

Kita jawab dengan, bagaimana dengan ayat-ayat Al-Quran yang jelas-jelas 'memperingatkan' & 'menyalahkan' Rasulullah SAW dalam beberapa momentum, ibarat ketika Rasulullah SAW mendahulukan mendakwahi pembesar quraiys dan tidak mempedulikan Abdullah bin Ummi Maktum ? (QS Abasa 1-10), atau ketika Rasulullah SAW memutuskan untuk menyerahkan tawanan perang Badr dengan tebusan ?. Maka jikalau itu benar buatan Nabi, sungguh tidak mungkin Nabi berbuat sesuatu kemudian menegur dirinya sendiri.

Begitu pula ketika momentum lain, dengan insiden yang dikenal sebagai haditsul ifki, dimana kehormatan keluarga nabi tercoreng dengan isu yang melanda seisi kota wacana ketidaksetiaan ibunda Aisyah. Kasus ini cukup usang membuat Madinah bergejolak, tapi Rasulullah SAW bergeming dan menunggu balasan tuntas dari Al-Quran untuk membebaskan ibunda Aisyah dari tuduhan tersebut. Sekiranya nabi sendirilah yang membuat al-Quran, maka mestinya ia tidak perlu repot-repot menunggu turunnya wahyu dengan kondisi yang segenting itu.

Kedua : Mereka menyangka bahwa Rasulullah SAW memiliki ketajaman otak, kedalaman penglihatan, kekuatan firasat, kecerdikan yang hebat, kejernihan jiwa dan renungan yang benar, yang menjadikannya memahami ukuran ukuran yang baik dan yang buruk, benar dan salah melalui ide ( inspirasi ), serta mengenali perkara-perkara yang rumit melalui kasyaf. Sehingga Qur`an itu tidak lain dari pada hasil kebijaksanaan budi intelektual dan pemahaman yang diungkapkan oleh Muhammad dengan gaya bahasa dan retorikanya.

Kita Jawab, bahwa segi info yang merupakan bab terbesar dalam Alquran tidak diragukan oleh orang yang bakir bahwa apa yang diterimanya hanya berdaarkan kepada penerimaan dan pengajaran. Qur`an telah menyebutkan berita-berita wacana umat terdahulu, golongan-golongan dan perisiwa sejarah dengan kejadian-kejadiannya yang benar dan cermat, ibarat halnya yang disaksikan oleh saksi mata. Sekalipun masa yang dilalui oleh sejarah itu sudah amat jauh. Bahkan hingga pada insiden pertama alam semesta ini. Begitu pula ayat yang menjelaskan wacana hari kiamat, serta citra nirwana dan neraka dengan lengkap. Hal demikian tentu tidak sanggup menawarkan daerah bagi penggunaan pikiran dan kecermatan firasat. Secerdas apapun manusia, bahkan hingga hari ini dengan zaman yang penuh teknologi, tetap tidak sanggup menyentuh pemberitaan-pemberitaan ghaib tersebut.

Ketiga : Mereka menyangka bahwa Muhammad telah mendapatkan ilmu-ilmu Alquran dari seorang guru.
Kita jawab sesungguhnya Muhammad SAW tumbuh dan hidup dalam keadaan buta aksara dan tak seorang pun diantara masyarakatnya yang membawa simbol ilmu dan pengajaran, ini yakni kenyataan yang disaksikan oleh sejarah, dan tidak sanggup diragukan. Bahkan kita juga menyaksikan bahwa dia di masa kecilnya tidak tumbuh dengan bimbingan khusus dari ayahandanya dan juga kakeknya. Oleh pamannya Abu Tholib, Muhammad SAW justru lebih diarahkan untuk menjadi pedagang, hingga ikut serta dalam perjalanan dagangnya ke negri Syam yang hasilnya bertemu dengan pendeta Bukhaira. Tetapi meskipun dengan pendeta tersebut, Muhammad SAW yang masih kecil waktu itu tidak sekalipun menimba ilmu apapun dari pendeta tersebut.

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel