Cinta Di Dalam Dunia Tajwid (Hakikat Cinta)
Jika nun estetika bertemu dengan abjad cinta. Maka nun tidak akan pernah sukun dan aturan tajwidnya yaitu izhar halqy yang menggugah hati dengan idgam bigunnahan yang akan meng idgam bilagunnahan dengan nun estetika yang mengalami keiqlaban yang tidak akan pernah tersentuh oleh unsur ke ikhfa syafawiyan.
Dunia yaitu kawasan yang indah. Keindahan dunia hanya layak dinikmati oleh semua insan yang mengerti wacana keindahan. Salah satu dari limit keindahan tak terbatas dunia yaitu cinta. Secara iklab, Cinta yaitu keindahan dan keindahan yaitu cinta. Jika tak ada cinta maka tak akan ada keindahan. Jika tak ada keindahan maka tak akan lahir sebuah rasa cinta. Cinta yang diawali oleh sebuah rasa pertama maka akan mengalami keidgam bigunnahan yang menggugah dunia hati yang super subyektif. Maka dikala cinta mengalami ke idgam bilagunnahan dengan keindahan maka muncullah disana rasa mahabbah pengertian dualisme telepati cinta.
Cinta seringkalai dilambangkan dengan kata pacaran dalam dunia anak muda yang sok tahu dengan cinta. Cinta yang dilambangkan dengan kata pacaran yaitu cinta tingkat rendahan. Cinta pacaran yaitu cinta yang menghuni kasta paling terbawah, terpencil dan miskin. Cinta pacaran sering diakui dengan kalimat “ saya mencintaimu maukah adinda menjadi kekasihku? (lebay memang)” kalimat itu hanya mengotori arti dari sebuah keindahan cinta. Maka cinta sehakikatnya cinta yaitu yang tak pernah terlisankan dan tak pernah berlirikan tetapi rasa yang sanggup menembus benteng hati tanpa mengucapkan apapun dilidah itulah cinta keindahan dengan yang menempati kasta yang menembus batas cakrawala.
Huruf Cinta sanggup bertemu dengan nun keindahan dalam waktu lebih dari pada kecepatan cahaya. Cinta yang terbangun dengan pengalaman keindahan maka akan terbangun cinta dengan pilar pilar kasih sayang yang kuat. Cinta yang epistemologi berasal dari rasa pertama bukan pada pandangan pertama. Rasa pertama yaitu kejujuran tanpa tercampur oleh racun kemunafikan. Maka dikala rasa pertamamu mengatakan. Dia begitu mempesona maka itulah sebuah kejujuran. Tapi kalau rasa pertama telah tergantikan oleh rasa selanjutnya kemudian kamu menyampaikan ia tak lagi mempesona maka kejujuranmu telah terjangkit oleh kemunafikan logis.
Artikanlah sebuah cinta sebagai kebutuhan akan sebuah keindahan dunia bukan menjadi sebuah cita-cita untuk mencicipi keindahan dunia yang konsumeristik. Cinta yang di dasari cita-cita maka keindahan yang terasa hanya terbatas pada kepuasan fisik. Tapi kalau cinta berlandaskan kebutuhan akan keindahan maka cinta akan memuaskan semua yang sanggup terpuaskan dalam dunia ontologi manusia.
Cinta sanggup menghancurkan tabir kesepian tapi cinta pula juga sanggup menghempaskan insan masuk kedalam kesepian. Cinta yang menghancurkan kesepian yaitu buah cinta. Tetapi cinta yang menghempaskan insan kedalam kesepian yaitu sumber cinta. Cinta sanggup termengertikan bila hati sebagai kerajaan cinta mencicipi sepi sunyi. Lalu pintu hati terbuka lowong. Lalu masuklah air cinta membanjiri kerajaan hati. Maka didialam sanalah cinta itu termengertikan.
Cinta tingkat teratas yaitu cinta mahabbah yang sanggup diraih dengan pengalaman akan makrifat. Jika cinta telah mencapai tingkat mahabbah maka disanalah keindahan akan mengalami keidgam bigunnahan, komunikasi dualisme terhubung dengan telepati cinta. Cinta sanggup bercinta dan mengalami orgasme keindahan hanya dengan telepati dalam dunia cakrawala imajinasi.
Dalam dunia ontologi manusia. Maka marilah kita sama sama (semua makhluk bahkan kaum iblis sekalipun) saling mencintai dalam dunia keindahan. Dalam tingkat mahabbah yang mengglobalisasikan ego etnosentrisme. Dan marilah kita menasionalisme kan dunia keindahan cinta secara universal tanpa memandang egosektoral. Maka bila dunia ontology telah dipenuhi oleh cinta yang universal. Maka kita akan menyayangi sang mahaCinta yang menyayangi cinta yang dicintai. Cinta Tuhan citra cinta yang dengan komunikasi telepati cinta. Cinta Tuhan yaitu cinta yang idzhar halqy yang jauh dari kata ikfha syafawi. Inilah cinta dalam dunia tajwid.
Penulis : M'R