Menumbuhkan Jiwa Wirausaha Semenjak Usia Dini


Menumbuhkan Jiwa Wirausaha Sejak Usia Dini Menumbuhkan Jiwa Wirausaha Sejak Usia Dini

“Sesungguhnya Allah SWT suka kepada hamba yang berkarya dan terampil. Barang siapa bersusah payah mencari nafkah untuk keluarganya, maka dia serupa dengan seorang mujahid fii sabiilillah”. (HR. Imam Ahmad).
Alhamdulillaahirabbil 'aalamiin, Allahuma shalli 'ala Muhammad wa'ala aalihi washahbihii ajmai'iin. Saudaraku yang baik, Indonesia ini negara yang paling besar jumlah umat Islamnya di dunia. Seperti kita ketahui, negara 350 tahun dijajah Belanda, 3,5 tahun dijajah Jepang.

Bedanya dengan Jepang, mereka sudah bisa bikin hand phone. Apa yang telah dilakukan oleh 200 juta orang ini?. Pabrik banyak, kita hanya jadi karyawannya saja, ya …sebesar-besar honor karyawan?!. Di jalan-jalan juga banyak terdapat toko, kita sebagai penunggunya, pastinya semua laba akan kembali pada pemilik toko.

Saudaraku yang budiman, bagaimana enterpreneurship Rasulullah SAW. Ternyata, dia yakni seorang pedagang. Rasulullah semenjak usia 8 tahun 2 bulan sudah mulai menggembalakan kambing. Pada usia 12 tahun ke Syiria hafilah dagang, itu luar biasa jauhnya. Dan usia 25 tahun menyerupai yang kita bahas, Muhammad menikah dengan Siti Khadijah dengan mahar 20 ekor unta muda.

Di Indonesia belum kita dapati perjaka kaya yang berani memberi mahar sebanyak itu. Dan yang paling dahsyat ternyata para nabi juga begitu, bahkan sembilan dari sepuluh yang dijamin masuk syurga, mereka orang-orang yang mempunyai financial yang baik. Abdurrahman Bin Auf yang pergi hijrah tidak punya apa-apa, di Madinah diberi kebun kurma malah minta ditunjukkan jalan ke pasar. Hasilnya, saat peperangan, dia sedekah unta begitu banyak, sedekah kuda, dan dia wakafkan dirinya untuk berjuang.

Saudaraku, jiwa wirausaha ini benar-benar harus ditanamkan semenjak kecil, sebab jikalau tidak, maka potensi apa pun tidak bisa dibentuk jadi manfaat. Prinsipnya, enterpreneurship itu yakni kemampuan untuk meng-create, men-design sebuah manfaat dari apa pun. Seorang wirausaha melihat kerikil bisa punya nilai jual. Tapi, orang yang jail lihat batu, hanya akan digunakan untuk melempar orang, ini bedanya. Sebuah kulit dengan ukuran sama akan beda nilainya tergantung evaluasi seseorang.

Kalau dia punya jiwa wirausaha, kulit itu bisa dibentuk sedemikian rupa menjadi sebuah hiasan yang harganya tinggi. Tapi, jikalau sederhana cara berpikirnya, kulit tersebut akan dijemur, dipotong-potong, digoreng menjadi dorokdok atau kerupuk kulit. Paling tinggi harganya 200 rupiah, padahal ukurannya sama. Enaknya jikalau kita menjadi orang yang mandiri, menyerupai para sahabat, kita sendiri yang mengatur jam kerja dan honor sebab perusahaan milik sendiri, namun tetap harus dengan ketentuan yang profesional. Kita bisa berkreasi lebih luas dan lebih banyak walaupun tentu ada syarat-syarat tertentu.

Dalam Islam, yang namanya bisnis yang untung itu yakni yang membuat orang lain merasa beruntung sebanyak mungkin. Kalau mereka beruntung dan puas, mereka bilang pada siapa pun. Mending untung sedikit tapi laris banyak dari pada untung banyak tapi laris sedikit. Belajarlah menahan diri untuk menikmati kebahagiaan orang lain sebagai keberuntungan kita. Banyak untung itu elok tapi barokah, yaitu manfaat di dunia dan manfaat di akhirat.

Niat harus elok dalam wirausaha. Jadi, jual beli bukan dilema transaksi uang dan barang, tapi jual beli itu harus jadi amal sholeh. Rahasia amal sholeh itu ada dua, Niatnya betul dan caranya benar. Jadi, anda harus tanya dahulu niatnya apa nih?. Kalau hanya sekedar beli barang, maka anda rugi, sebab uang hanyalah titipan Allah. Jadi, setiap transaksi harus menjadi pahala. Jual beli itu butuh waktu, waktu itu yakni modal kita, maka harus jadi pahala.

Bagi orang yang curang, Allah SWT akan mencabut barokahnya Masalah kecurangan ini Allah jelaskan dalam Qur’an surat Al Muthoffifin. Orang curang yakni orang yang apabila mendapatkan dosis dari orang lain mereka minta dipenuhi, sedangkan apabila mereka menakar atau menimbang untuk orang lain, mereka akan menguranginya.

Kalau uang itu tidak barokah, dia tidak akan pernah tenang. Kalau uang itu tidak barokah, dia selalu dililit oleh kekurangan walaupun uangnya sudah melimpah. Dan jikalau uang itu tidak barokah, namanya jauh lebih hina dari pada sebanyak apa pun harta yang dimiliki. Orang yang mengurangi timbangan, maka akan hancur barokahnya. Sepertinya untung, padahal jikalau Allah mau membuat musibah, maka akan gampang. Contohnya, dengan praktis Allah akan membuat penyakit , semua manfaatnya habis untuk mengobati penyakitnya. Buat saja penyakit yang buat dia tidak pernah menikmati apa yang dimilikinya.

Oleh sebab itu, transaksi jual beli kita harus menjadi amal sholeh. Pilihlah para pedagang yang diperkirakan berdagangnya itu menjadi kebaikan, yang jikalau dia punya untung, untungnya itu juga mashlahat. Jangan hingga kita belanja kepada orang yang untungnya bisa menjadi fitnah bagi kita. Begitu pun bagi yang menjual sesuatu, usahakan kepuasan kita bukan kita yang beruntung, tapi untungkanlah sebanyak mungkin orang lain. Secara finansial untung, dan buatlah adat kita sebaik-baiknya, sehingga orang yang bertransaksi barang dengan kita tidak hanya mendapatkan fasilitas, tidak hanya mendapatkan barang, tapi juga melihat kemuliaan seorang penjual.

Tidak ada gagal dalam bisnis, yang gagal itu yang tidak berani mencoba. Gagal yakni sebuah ongkos sukses. Gagal itu sebuah gosip menuju sukses, asal benar mengemasnya. Keuntungan kita itu yakni punya nama baik. Jadi, nggak apa-apa untung kita pas-pasan, yang penting nama kita jadi berharga. Nah biasanya, orang-orang pemula yang belum juga untung sudah berantem sama temannya sebab pembagian saham, padahal gres rencana. Pernah ada orang punya satu telor, sebab terlalu keras melamunnya dalam merencanakan perjuangan dalam benaknya, alhasil telor itu pecah.

Tidak sedikit orang ingin untung jangka pendek hingga membuat namanya coreng. Maka, bagi orang yang akan terjun ke dunia enterpreneurship, harus mulai kita lihat bahwa yang namanya untung itu bukan kita merasa beruntung sendiri, tapi memperlihatkan laba pada banyak orang, Jadi, uang bukanlah hal yang paling penting dalam berwirausaha.

Kita harus mulai merindukan belum dewasa kita ini bukan sebagai pekerja, tapi menjadi orang yang bisa membuat pekerjaan. Ini penting, sebab begitu banyak potensi yang ada di bangsa ini tidak tergali. Repotnya, kita tuh suka ingin untung ladang enteng, kerja sedikit untung besar. Ini salah!, yang namanya untung jikalau jadi enterpreneur yakni punya ilmu saja sudah untung, walaupun uang tidak untung, termasuk pengalaman gulung tikar juga untung.

Oleh sebab itu, coba kita didik belum dewasa kita di rumah. Kalau perlu, kita menggaji mereka untuk mengerjakan suatu pekerjaan dan terus membangun kemampuan berhemat mereka, kemampuan untuk tidak meremehkan jerih payah orang lain. Kalau belum dewasa sudah tahu kepahitan cari uang, maka mereka akan menjadi pejuang yang tangguh dalam hidup ini. Jadi, mulailah kita biasakan mendidik belum dewasa kita menjadi petarung dalam hidup ini. Contoh Rosululloh, dia seorang anak yatim, bahkan jadi yatim piatu, tapi tidak pernah dia kalah di dalam berjuang, sebab selalu menumbuhkan jiwa wirausaha ini. Wallahu a’lam (yn/mq)***

Sumber: Manajemen Qolbu Online [Kajian Bening Hati - Manajemen Diri]



Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel