Contoh Makalah Kebudayaan Suku Bugis Makassar
MULTIKULTURAL
KEBUDAYAAN SUKU BUGIS MAKASSAR
Oleh :
NAMA : Ramli
NIM : xxxxxxxx
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
TAHUN 2016
KATA PENGANTAR
Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha Panyayang, Kami panjatkan puja dan puji syukur atas kehadirat-Nya, yang telah melimpahkan rahmat, hidayah, dan inayah-Nya kepada kami, sehingga kami sanggup menuntaskan makalah ilmiah perihal limbah dan keuntungannya untuk masyarakat.
Makalah Multikultural “Kebudayaan Suku Bugis Makassar” ini telah kami susun dengan maksimal dan mendapatkan santunan dari aneka macam pihak sehingga sanggup memperlancar pembuatan makalah ini. Untuk itu kami memberikan banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah berkontribusi dalam pembuatan makalah ini.
Terlepas dari semua itu, saya menyadari sepenuhnya bahwa masih ada kekurangan baik dari segi susunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh lantaran itu dengan tangan terbuka kami mendapatkan segala saran dan kritik dari pembaca semoga kami sanggup memperbaiki makalah ilmiah ini.
Akhir kata kami berharap semoga makalah ilmiah perihal limbah dan keuntungannya untuk masyarakan ini sanggup memperlihatkan manfaat maupun inpirasi terhadap pembaca.
Gowa, Januari 2016
Rahman Wangsyah
Gowa, Januari 2016
Rahman Wangsyah
DAFTAR ISI
Kata pengantar .....................................................................................................................i
Daftar isi ...........................................................................................................................ii
Bab I Pendahuluan ...........................................................................................................1
A. Latar belakang .............................................................................................................1
B. Rumusan problem .......................................................................................................2
C. Tujuan penelitian .......................................................................................................... 2
Bab II Pembahasan……………………………................................................................. 3
A. Kebudayaan Bugis Makassar .................................................................................... 3
B. Ciri khas Bugis Makassar .......................................................................................... 4
C. Kerjaan Bugis Makassar ............................................................................................. 9
Bab III Penutup……………… ......................................................................................12
A. Kesimpulan ...............................................................................................................12
Daftar pustaka ...............................................................................................................13
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Keragaman etnis dan budaya mempunyai potensi besar dalam membangun bangsa ini, termasuk dalam pembangunan dan pengembangan pendidikan. Keragaman budaya yang tumbuh dan berkembang pada setiap etnis seharusnya diakui eksistensinya dan sekaligus sanggup dijadikan landasan dalam pembangunan pendidikan. Tilaar mengemukakan bahwa pendidikan nasional di dalam era reformasi perlu dirumuskan suatu visi pendidikan yang gres yaitu membangun insan dan masyarakat madani Indonesia yang mempunyai identitas berdasarkan kebudayaan nasional. Sedang kebudayaan nasional sendiri dibangun dari kebudayaan kawasan yang tumbuh dan berkembang di setiap etnis. Dalam kaitannya dengan upaya pembaharuan pendidikan dan keragaman budaya, maka faktor sosial budaya tidak sanggup diabaikan. Sistem pendidikan yang digunakan di negara maju, seyogyanya tidak diciplak secara menyeluruh tanpa memperhatikan budaya yang berkembang dalam masyarakat. Sistem pendidikan suatu negara harus sesuai dengan falsafah dan budaya bangsa sendiri. Indonesia dengankeanekaragaman budayanya, perlu melaksanakan kajian tersendiri terhadap sistem pendidikan yang akandigunakan, termasuk sistem pendidikan yang akan digunakan di setiap kawasan dan setiap etnis, sehinggasistem yang digunakan sesuai dengan kondisi budaya masyarakat setempat.
Oleh lantaran itu, perlu ada upaya bagaimana memperhatikan dan mengungkapkan keterlibatan faktor budaya dalam interaksi tersebut semoga sanggup dimanfaatkan untuk meningkatkan prestasi berguru siswa.Siri’ sebagai inti budaya Bugis-Makassar mempunyai potensi untuk sanggup meningkatkan prestasi berguru siswa, lantaran siri’ merupakan pandangan hidup yang bertujuan untuk meningkatkan harkat,martabat dan harga diri, baik sebagai individu maupun sebagai makhluk sosial.
Etnis Bugis dan etnis Makassar yaitu dua diantara empat etnis besar yang berada di Sulawesi Selatan. Pada hakekatnya kebudayaan dan pandangan hidup orang Bugis padaumumnya sama dan harmonis dengan kebudayaan dan pandangan hidup orang Makassar. Oleh lantaran itu membahas perihal budaya Bugis sulit dilepaskan dengan pembahasan perihal budaya Makassar. Hal ini sejalan dengan pandangan Abdullah yang menyampaikan bahwa dalam sistem keluarga atau dalam relasi kehidupan insan Bugis dan insan Makassar, sanggup dikatakan hampir tidak terdapat perbedaan. Lebih lanjut dikemukakan bahwa kedua kelompok suku bangsa ini (suku Bugis dan suku Makassar) pada hakekatnya merupakan suatu unit budaya. Sebab itu, apa yang berlaku dalam duniamanusia Bugis, berlaku pula pada insan Makassar.
B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud Bugis Makssar?
2. Bagaimana Adat Bugis Makassar
3. Agama Apa Yang dianut Bugis Makassar
C. Tujuan Penulisan
1. Mengetahui Kebudayaan Bugis Makassar
2. Mengetahui Agama di Bugis Makassar
BAB II
PEMBAHASAN
A. Kebudayaan Bugis Makassar
Dalam sistem kehidupan masyarakat budaya Bugis-Makas¬sar di Sulawesi Selatan, siri'adalah salah-satu bentuk pranata susila sosial yang dianggap cukup tabu oleh masya¬rakat di kawasan ini. Begitu tabunya problem siri' ini dalam sistem kehidupan kemasyarakatan semesta termasuk di antaranya yaitu siri' sebagai upaya privensi terjadinya delik dalam kehidupan bermasya¬kat dan berbudaya, bahkan hingga kepada bernegara sekalipun. Karena siri' dianggap suatu sebagai pandangan hidup, dan seolah olah problem itu ditaati sebagai suatu undang-undang yang tertulis.
Dalam penerapan nilai-nilai budaya siri' ke dalam sistem kehidupan sehari-hari, bagi suku Bugis-Makasar bukanlah sekedar simbol. Tetapi lebih dari itu sangat penting artinya terutama sekali dalam kehidupan kemasyarakatan, tata pemerintahan, dan bahkan tata aturan sebagai aturan tak tertulis (dalam hal ini, khususnya aturan adat pidana). Orang yang tidak mempunyai nilai siri' dalam dirinya, maka orang tersebut dianggap tidak bernilai atau tidak beradab dan tidak berharkat-martabat (demikian goresan pena Kamri, dalam laporan hasil penelitiannya yang berjudul -Budaya Siri' Sebagai Pola Tatanan Kehidupan Masyarakat Bugis- Makassar: Suatu Tinjauan Pelestarian Nilai-nilai Budaya Berdasarkan Pasal 14 UULH, 1995 hal. v-vi).
Terdapat empat macam prototipe insan berdasarkan konsep siri'. Pertama, Tomasiria = Toengka siri'ne. Orang yang sangat menjunjung tinggi harkat dan martabat insan dan kemanusiaan. Orang ibarat ini paling diharapkan dalam KEPEMIMPINAN. Kedua, tositengnga-tengnga sivi'na. Orang yang mempunyai rasa siri' hanya setengah-setengah. Pada umumnya orang ibarat ini tidak mempunyai pendirian yang tetap. Ketiga, Tbmakurang siri" dan kempat, Todegaga siri'na = orang yang tidak memikirkan rasa siri'.
Pada umumnya orang ibarat ini cenderung melaksanakan tindak pidana tanpa tujuan kecuali kejatan. Bertautan dengan hal tersebut di ataslah sehingga penu- lis berpandangan bahwa siri' merupakan salah satu bentuk pranata susila sosial yang sanggup dijadikaninstrumen pranata aturan pidana yang bersifat priventif. Hanya raja dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan tekno¬logi cukup umur ini, kemudian kondisi kehidupan sosial masyarakat adat Bugis-Makassar turut terpengaruh. Salah-satu penga¬ruhnya yaitu pemahaman terhadap makna hakikat sini' ternyata berkembang. Yaitu ada siri" dalam arti positif dan ada dalam arti negatif. Sid" dalam arti positif inilah yang dimaksudkan oleh penulis dalam judul tesis ini. Sebab intinya memang hakikat makna itu terletak pada siri" dalam anti positif dan bukan dalam arti yang negatif.[1]
B. Ciri Khas Bugis Makassar
Secara garis besar pemduduk provinsi Sulawesi Selatan terdiri dari empat suku bangsa yaitu, Makassar, Toraja,Bugis dan Mandar :Bukan hanya Inggris, Norwegia serta negara-negara kerajaan lain yang mempunyai gelar kehormatan, Indonesia juga memilikinya. Jangan lupakan gelar-gelar kehormatan dari keraton-keraton serta kerajaan-kerajaan yang ada di Indonesia. Jika berbicara mengenai panjang gelar, gelar dari Indonesia juga tidak kalah panjang. Kadang menyulitkan bagi mereka yang tidak tahu asal-usulnya. Tetapi, ada gelar milik Indonesia yang cukup singkat. Gelar tersebut yaitu Andi.
Pertanyaan yang muncul kemudian adalah, apakah benar Andi yaitu nama gelar? Lalu, kenapa namanya terkesan ibarat nama seseorang? Sulit memang membedakan nama Andi sebagai gelar dan mana Andi sebagai nama. Untuk mengetahuinya, Anda bisa melihat asal-usul dari orang tersebut. Jika berasal dari Bugis, kemungkinan Andi yang dimiliki yaitu gelar. Gelar Andi mempunyai dongeng sejarah yang cukup panjang. Semua terangkum dalam kebudayaan masyarakat Bugis. Untuk itu, ketika membicarakan gelar yang satu ini, kebudayaan masyarakat Suku Bugis secara tidak eksklusif juga akan ikut dibicarakan. Simak pembahasan mengenai Suku Bugis berikut ini!
Suku Bugis Suku Bugis berada di Sulawesi Selatan. Anggota masyarakat suku ini merupakan hasil akulturasi dari aneka macam etnis. Masyarakat Melayu dan Minangkabau yang tiba ke kawasan ini, tepatnya Kerajaan Gowa, sekitar kurun 15 juga sanggup dikelompokkan sebagai masyarakat Bugis. Masyarakat Suku Bugis menyebar ke aneka macam penjuru Indonesia, bahkan hingga luar negeri. Jika membicarakan asal-usul keberadaan suku ini, jangan ragukan soal panjangnya dongeng yang akan Anda dapat. Semua bermula dari kebiasaan masyarakat La Sattumpugi, masyarakat yang ketika ini mendiami Kabupaten Wajo, yang menyebut dirinya dengan nama to ugi. To ugi sendiri yaitu sebutan bagi pengikut La Sattumpugi. Ceritanya berlanjut hingga kemudian La Sattumpugi mempunyai anak berjulukan We Cudai dan Batara Lattu. Batara Lattu kemudian mempunyai anak berjulukan Sawerigading. Sawerigading sendiri menikah dengan We Cudai dan mempunyai anak berjulukan La Galigo. La Galigo merupakan seorang sastrawan besar yang melahirkan karya sebanyak ribuan folio. Masyarakat Bugis pun membentuk beberapa kelompok kerajaan. Kerajaan Bugis yang tergolong mempunyai usia renta yaitu Kerajaan Bone, Kerajaan Luwu, Kerajaan Soppeng, Kerajaan Sawitto, Kerajaan Sidrap, Kerajaan Rappang dan Kerajaan Sidenreng. Pernikahan yang terjadi antara masyarakat Makassar dan Mandar menciptakan percampuran darah antara dua budaya tidak bisa lagi dielakkan.
Suku Bugis juga menjadi identitas atau akar silsilah dari beberapa tokoh yang ada di Indonesia. Sebut saja Jusuf Kalla. Kemudian ada B.J Habiebie, Sophan Sophiaan, serta Andi Mallarangeng. Nama Andi pada Andi Mallarangeng kemungkinan yaitu gelar Andi yang dimaksud. Ragam Pendapat Tentang Andi Gelar Andi selaku gelar kehormatan yang dimiliki masyarakat Bugis disematkan pada bangsawan-bangsawan Bugis. Ada bermacam-macam pendapat yang menceritakan asal-usul dari pemberian gelar Andi ini. Namun, temuan berupa sumber orisinil belum ada. Menurut beberapa pendapat, Andi merupakan gelar kebangsawanan yang diturunakan berdasarkan garis keturunan. Setelah Bugis mendapatkan kemerdekaannya dari masyarakat Gowa, mereka yang merupakan keturunan dari adonan dari beberapa garis keturunan mendapatkan gelar ini. Mereka yaitu keturunan dari percampuran berikut. Percampuran janji nikah antara keturunan Lapatau dengan putri dari Raja Bone Sejati; Percampuran janji nikah antara keturunan Lapatau dengan putri dari Raja Wulu yang bekerjasama dengan Kerajaan Gowa;
Percampuran janji nikah antara keturunan Lapatau dengan putri dari Raja Wajo;
Percampuran janji nikah antara keturunan Lapatau dengan putri dari Sultan Hasanuddi;
Kemudian percampuran dari janji nikah antara anak serta cucu Lapatau dengan putri dari Raja Suppa dan Tiroang; Dan, percampuran janji nikah antara anak cucu Lapatau dengan putri-putri raja dari kerajaan-kerajaan kecil yang berdaulat di Sulawesi. Pemberian gelar tersebut konon merupakan upaya dari Belanda, dalam hal ini VOC, untuk membangun serta mengendalikan, dalam hal ini lebih tepatnya mengubah kehidupan sosial yang ada di Sulawesi. Itu lah mengapa ada seorang jenderal berjulukan Muhammad Yusuf yang menolak penggunaan nama Andi. Padahal secara garis keturunan, dia yaitu mempunyai garis keturunan dari Sawerigading. Pemberian Nama Andi di Era La Pawawoi Pendapat beberapa mahir lainnya yaitu bekerjasama dengan kehidupan masyarakat Bugis pada zaman pemerintahan La Pawawoi Karaeng Sigeri. Menurut cerita, pada masa pemerintahan itu, relasi Kerajaan Bone dan pihak VOC dalam keadaan memanas. Kerajaan Bone kemudian membentuk sekelompok pasukan untuk menghadapi pasukan dari Belanda tersebut. Pasukan itu diberi nama Anre Guru Ana’ Karung. Pemimpin dari pasukan bentukan Kerajaan Bone tersebut yaitu Petta Ponggawae. Anggota dari pasukan bentukan Kerajaan Bone bukan hanya bawah umur bangsawan, tetapi juga anak dari orang-orang berkedudukan di daerahnya masing-masing. Pemuda-pemuda itu lah yang kemudian konon dianugerahi gelar Andi. Gelar itu diberikan lantaran mereka sudah dianggap sebagai keluarga muda Raja Bone yang rela mati demi menegakkan kehormatan yang dimiliki rajanya, atau patetong’ngi alebbirenna Puanna. Pemberian Nama Andi versi Raja Bone Versi lain mengenai pemberian gelar Andi bekerjasama dengan Raja Bone ke 30 dan 32 berjulukan La Mappanyukki. Beliau merupakan putra dari Raja Gowa dan putrid Raja Bone. La Mappanyukki mendapatkan gelar Andi d depan namanya atas efek dari pihak Belanda. Peristiwa itu terjadi pada 1930-an. Mengapa dalam pemberian nama Andi ini pihak Belanda mempunyai pengaruh? Ini yaitu siasat Belanda untuk membedakan aristokrat mana yang berpihak padanya. Para aristokrat yang memakai gelar Andi di depan namanya, yaitu mereka yang berpihak kepada pihak Belanda. Melihat fasilitas yang diterima para aristokrat pemihak Belanda, satu tahun kemudian, raja-raja yang berkuasa di Sulawesi setuju untuk memakai nama Andi di depan namanya. Dalam buku milik Susan Millar juga disebutkan bahwa penggunaan nama Andi di depan awalnya yaitu bertujuan untuk membedakan mana golongan aristokrat dan mana yang bukan. Karena ketika itu, terjadi perdamaian antara pihak kerajaan dengan VOC. VOC kemudian berjanji untuk melepaskan budak yang masih merupakan keturunan bangsawa. Penggunaan nama Andi kemudian merujuk pada kejadian tersebut.
Pengelompokkan mana aristokrat dan mana yang bukan menemukan kendala. Banyaknya budak yang dimiliki Belanda pada ketika itu berimbas pada bercampurnya seluruh lapisan masyarakat. Akhirnya, diputuskan bahwa mereka yang lolos mengikuti aneka macam test, yang pastinya hanya dikuasai oleh para bangsawan, lah yang akan mendapatkan sertifikat. Test tersebut salah satunya yaitu test sebagai montir mobil.
Dari kejadian tersebut, gelar Andi seolah menjamur. Semua keturunan aristokrat memakai nama tersebut di depan nama aslinya. Penggunaan nama Andi pada ketika itu juga cukup bermacam-macam di setiap kerajaan yang ada di Sulawesi. Misalnya ibarat yang terjadi di Kerajaan Soppeng. Kerajaan ini hanya membolehkan gelar Andi digunakan oleh keturunan ketiga. Pemaknaan Gelar Andi Ketika seseorang memang sudah ditakdirkan menjadi bangsawan, siapa yang akan memungkirinya? Gelar-gelar kebangsawanan yang ada di Indonesia ini harus diakui cukup menciptakan garis strata sosial semakin terperinci terlihat. Tidak heran kalau pada akhirnya, ada beberapa bangsawan, yang ditandai dengan gelar di depan namanya, besar hati terhadap gelar yang dimilikinya. Sehingga, gelar tersebut terus dibawa-bawa kemana pun ia pergi. Seperti gelar Andi ini sendiri. Dan hal tersebut menciptakan jurang pemisah antara golongan aristokrat dan golongan masyarakat biasa.
Di golongan masyarakat Bugis sendiri, khususnya mereka para orang tua, ada sebuah anggapan bahwa siapa pun yang sering mengaku-aku dirinya sebagai aristokrat dan membawa gelarnya kemana pun serta seolah menonjolkanya kepada masyarakat luas, yaitu bukan keturunan murni bangsawan. Kebanggaan mereka terhadap gelar dengan menonjolkan nama gelar yang dimiliki seolah sebagai bentuk ketakutan apabila gelar aristokrat yang dimilikinya tidak diakui. Padahal, kalau memang ia yaitu aristokrat murni, tanpa memakai perhiasan Andi di depan namanya, masyarakat akan tetap tahu bahwa ia yaitu bangsawan. Pemaknaan gelar kebangsawanan di masyarakat Indonesia, ibarat Andi memang menimbulkan perbedaan pendapat. Sejatinya, berdasarkan salah seorang keturunan bangsawan, gelar aristokrat tidak berbeda jauh dengan kadar karat yang dimiliki sebongkah emas. Ada yang kadar karatnya tinggi dan ada yang rendah. Kadar karat ini diasosiasikan sebagai tingkah laris atau kepribadian aristokrat tersebut di tengah-tengah masyarakat. Gelar Andi sendiri seolah menjadi suatu hal yang bisa menaikkan gengsi seseorang di lingkungan masyarakat. Pada akhirnya, pemakaian gelar Andi ini banyak yang dipaksakan. Aturan berdasarkan kebudayaan masyarakat Sulawesi Selatan, gelar Andi hanya boleh diturunkan dari garis ayah. Jika ayahnya tidak “Andi”, ia dihentikan menempatkan gelar tersebut di depan namanya. Sayang, aturan tersebut banyak diterabas.
C. Kerajaan Bugis Makassar
Bugis Makassar memliki lima Kerajaan diantaranya yaitu Kerajaan Bone, Kerajaan Makassar, , Kerajaan Wajo, Kerajaan Soppeng Kerajaan Luwu:
1. Kerajaan Bone
Di kawasan Bone terjadi kekacauan selama tujuh generasi, yang kemudian muncul seorang To Manurung yang dikenal Manurungnge ri Matajang. Tujuh raja-raja kecil melantik Manurungnge ri Matajang sebagai raja mereka dengan nama Arumpone dan mereka menjadi parlemen yang dikenal dengan istilah ade pitue. Manurungnge ri Matajang dikenal juga dengan nama Mata Silompoe. Adapun ade' pitue terdiri dari matoa ta, matoa tibojong, matoa tanete riattang, matoa tanete riawang, matoa macege, matoa ponceng. istilah matoa kemudian menjadi arung. sehabis Manurungnge ri Matajang, kerajaan Bone dipimpin oleh putranya yaitu La Ummasa' Petta Panre Bessie. Kemudian kemanakan La Ummasa' anak dari adiknya yang menikah raja Palakka lahirlah La Saliyu Kerrempelua. pada masa Arumpone (gelar raja bone) ketiga ini, secara massif Bone semakin memperluas daerahnya ke utara, selatan dan barat[2]
2. Kerajaan Makassar
Sejarah Kerajaan Makassar bahwasanya terdiri atas 2 kerajaan yakni kerajaan Gowa dan Tallo. Kemudian, kerajaan itu bersatu dibawah pimpinan raja Gowa yaitu Daeng Manrabba. Setelah menganut agama Islam, Ia bergelar Sultan Alauddin. Raja Tallo, yaitu Karaeng Mattoaya yang bergelar Sultan Abdullah, menjadi mangku bumi. Bersatunya kedua kerajaan tersebut bersamaan dengan tersebarnya agama Islam ke Sulawesi Selatan. Pusat pemerintahan dari Kerajaan Makassar terletak di Sombaopu. Letak kerajaan Makassar sangat strategis lantaran berada di jalur kemudian lintas pelayaran antara Malak dan Maluku. Letaknya yang sangat strategis itu menarik minat para pedagang untuk singgah di pelabuhan Sombaopu. Dalam waktu singkat, Makassar bermetamorfosis salah satu Bandar penting di wilayah timur Indonesia.
3. Kerajaan Wajo
Kerajaan Wajo terbentuk dari komune-komune atau komunitas yang terdiri dari aneka macam arah yang berada di sekitar Tappareng Karaja. Terbetuknya kerajaan wajo berawal dari danau Lampulungeng yang dipimpin seorang yang mempunyai kemampuan supranatural yang disebut puangnge ri lampulungeng. sehabis puangnge ri lampulungeng, komune lampulungeng berpindah ke Boli yang kemudian dipimpin oleh seseorang yang juga mempunyai kemampuan supranatural. kedatangan Lapaukke seorang pangeran dari kerajaan Cina (Pammana) yaitu pendiri (Founding Father) kerajaan Cinnongtabi ,Kerajaan ini terbentuk dari banyaknya komunitas di sekitar tappareng karaja. Selama lima generasi kerajaan Cinnongtabi Berdaulat,yang kemudian kerajaan ini bubar dan terbentuk Kerajaan Wajo.
4. Kerajaan Soppeng
Pada suatu masa ketika terjadi kekacauan di Soppeng, muncul dua orang To Manurung. Yang pertama yaitu seorang perempuan yang dikenal dengan nama Manurungnge ri Goarie yang kemudian memerintah Soppeng ri Aja. Yang kedua yaitu seorang pria yang berjulukan La Temmamala Manurungnge ri Sekkanyili yang kemudian memerintah Soppeng ri Lau. Pada jadinya kedua kerajaan kembar tersebut menyatu menjadi Kerajaaan Soppeng.
5. Kerajaan Luwu
Di kurun ke-12, 13, dan 14 berdiri kerajaan Luwu, Soppeng, Bone, dan Wajo, yang diawali dengan krisis sosial dimana orang saling memangsa laksana ikan. Kerajaan Luwu kemudian mendirikan kerajaan pendamping, yaitu kerajaan Tallo. Tapi dalam perkembangannya kerajaan kembar ini (Gowa dan Tallo) jadinya kembali menyatu menjadi satu kerajaan yaitu Luwu.[3]
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Kebudayaan Bugis Makassar yaitu kebudayaan dari suku bangsa Bugis Makassar yang mendiami kepingan terbesar dari Jazirah selatan dari Pulau Sulawesi. Seacara garis besar penduduk provinsi Sulawesi Selatan terdiri dari empat suku bangsa yaitu suku bugis, suku Makssar, Suku, Toraja Dan suku Mandar.Kebudayaan Bugis Makassar dari segi Kependudukan mendiami Kabupaten-Kabupaten diataranya yaitu Sinjai, Bone,soppeng,Wajo,Sidenreng-Rappang,Pinrang, Polewali-Mamasa,Enrekang, Luwu,Pare-Pare, Pangkajenne Kepulauan dan Maros.
Kebudayaan Bugis Makssar juga memliki beberapa kerajaan diantaranya yaitu kerajaan Bone, kerajaan Makassar, kerajaan Soppeng, kerajaan Luwu dan kerajaan Wajo.Adapun bahasa orang Bugis yaitu Bahasa Ugi,sedangkan orang Mkassar yaitu MANGKASA,Hurup yang digunakan yaitu naskah-naskah Bugis Makassar kuno yaitu AKSARA LONTARA.
DAFTAR PUSTAKA
Kamri, Ahmad, (1997) BUDAYA S1R1' BUGIS-MAKASSAR Pembunuhan dan Pencemaran Nama Balk Orang Lain. Masters thesis, PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS DIPONEGORO
http://id.wikipedia.org/w/index.php?title=Suku_Bugis&veaction=edit&vesection=5
http://tendasejarah sejarah-kerajaan-makassaR
Asram Muzharath.K, Sejarah KerajaanMakassar,2002, Bulan Bintang, Makassar
[1] Ahmad, Kamri (1997) BUDAYA S1R1' BUGIS-MAKASSAR Pembunuhan dan Pencemaran Nama Balk Orang Lain. Masters thesis, PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS DIPONEGORO .
[2] http://id.wikipedia.org/w/index.php?title=Suku_Bugis&veaction=edit&vesection=5
[3] Asram Muzharath.K, Makalah SKI Sejarah Kerajaan,Makassar,5