Penyimpangan Dogma Dari Manhaj Ahlus Sunnah
Islam yaitu agama yang sempurna, semua syari'at Allah telah disampaikan oleh Rasulullah saw secara keseluruhan tanpa terkecuali. Kajilah lebih jauh pasti akan kita dapati bahwa ia benar-benar orang yang amanah, tidak ada satupun yang dari aspek-aspek kehidupan yang terlupakan, semuanya telah terang dan gamblang serta sanggup dirujuk pada Al Alquran dan Sunnah Rasulullah bahkan hingga ketika ini! Kalau memang demikian, maka seharusnya umat ini berada di atas jalan yang sama dan pemahaman yang sama dalam memahami kedua sumber otentik tersebut. Ironisnya hingga detik ini masih aja ada jama'ah-jama'ah yang menyimpang dari kebenaran Islam yang sesungguhnya. Sekalipun mereka mengklaim berpijak di atas Al Alquran dan Sunnah, toh kenyataannya persatuan dan tujuan yang diidam-idamkan sulit untuk mewujudkannya. Mengapa ..? Karena mereka memahami Kitab dan Sunnah dengan penafsiran sendiri, tentu saja hal tidak ada titik temunya. Lalu bagaimanakah jalan keluarnya ?
Rasulullah telah memberi solusi yang jitu yaitu kesepakatan kepada jama'ah dengan memegang teguh Al Alquran dan Sunnah sesuai dengan metode salafus sholeh. Inilah yang sering dilalaikan oleh kebanyakan jama'ah yaitu pemahaman salafus sholeh baik dalam berakidah, beramal, bertahkim, tarbiyah dan mensucikan jiwa, alasannya yaitu merekalah generasi terbaik umat ini.
Maka setiap jama'ah yang tidak mengikuti manhaj ahlus sunnah wal jama'ah yaitu menyimpang dan sesat. Kalau dinasehati pastilah mereka menyiapkan argumen-argumen dan subhat-subhat untuk membenarkan fatwa mereka padahal kebenaran telah tiba kepada mereka. Kalau kita berada di atas jalan kebenaran dan memahami dalil-dalilnya, tidaklah sulit untuk membantah mereka alasannya yaitu kita mempunyai senjata yang ampuh yaitu Al-Quran dan Sunnah. Namun demikian kita harus mengikuti kaidah-kaidah dalam membantah bid'ah supaya kita tetap selamat, kaidah-kaidah tersebut antara lain:
1. Apabila mengutip, kutiplah riwayat yang shahih dan apabila menuduh sertakan dalil.
Tuduhan yang dilontarkan tanpa dalil yaitu tuduhan kosong. Dalil yang dimaksud sanggup berupa dalil naqli ataupun dalil 'aqli. Dalil naqli dituntut keshahihannya, sedangkan dalil 'aqli dituntut kejelasan dan kegamblangannya. Allah berfirman: "Katakanlah:"Datangkanlah penjelasan-penjelasan kau apabila kau orang yang benar."(Al Baqarah: 111)
2. Tidak seyogyanya memotong dalil dan berdalil dengan sebagiannya saja.
Inilah kondisi andal bid'ah yang sesungguhnya, mereka selalu mencari kalimat-kalimat syar'i yang sanggup dipakai sebagai pembenaran atas bid'ah-bid'ah yang mereka lakukan. Sehingga dengan itu semua mereka sanggup membuatkan bid'ah itu kepada kaum muslimin yang lemah imannya.Muhammad bin Ka'ab Al Qurazhi berkata,"Demi Dzat yang jiwaku berada di tangan-Nya, sungguh iblis lebih tahu perihal Allah dari pada mereka (Kaum Qadariyah). Iblis mengetahui siapa yang mentakdirkannya menjadi sesat, sedangkan mereka menyangka kalau yang menyesatkan mereka dan memberi mereka petunjuk yaitu diri mereka sendiri."
3. Kebenaran harus diterima dari manapun datangnya.
Suatu kebenaran sanggup diterima manakala keberadaannya sesuai dengan dalil, dalam hal ini pembicara tidak kuat untuk mendapatkan kebenaran ataupun menolak kebatilan. Oleh alasannya yaitu itu Ahlus Sunnah mendapatkan kebenaran dan menolak kebatilan tanpa melihat loyalitas dan permusuhan. Ibnul Qayyim berkata,"Barang siapa yang menerima hidayah dari Allah untuk mendapatkan kebenaran bagaimanapun jenisnya dan dengan siapa kebenaran itu, walaupun ia bersama orang yang dibenci dan dimusuhinya, walaupun juga kebatilan itu bersama orang yang dia cintai, maka dia termasuk orang yang menerima hidayah untuk mengetahui kebenaran yang diperselisihkan. Allah berfirman: "Dan janganlah sekali-kali kebencianmu terhadap sautu kaum mendorong kau untuk berlaku tidak adil. Berlaku adillah alasannya yaitu adil itu lebih akrab kepada takwa."(Al Maidah:8)
4. Hukum perkataan selain syar'i
Setiap perkataan insan dalam ketentuan-ketentuan syari'at harus dipertimbangkan dengan Al Alquran dan As Sunnah, bukan ditentukan dengan banyak atau sedikitnya pengikut. Karena manusialah yang diukur dengan kebenaran, apabila perkatannya sesuai dengan keduanya, maka kebenaran yang ia sampaikan harus diterima begitupula sebaliknya. Kalau perkataannya mengandung dua kemungkinan (benar atau salah), maka: Jika maksud pembicara diketahui maksudnya maka ia dihukumi dengan maksudnya itu. Tapi kalau tidak diketahui maksudnya maka lihat riwayat hidupnya. Perkatannya ditafsiri dengan makna yang baik apabila riwayat hidupnya baik.
5. Tidak berbantah-bantahan dengan orang sofis
Sofis(orang yang suka memakai argumen muluk-muluk untuk menyesatkan, bukan untuk menyatakan kebenaran) dan mendiamkan apa-apa yang didiamkan oleh Allah dan RasulNya Apabila kebenaran telah terang dan gamblang, maka harus diterima tanpa diperdebatkan secara ilmiah maupun alamiah alasannya yaitu siapa saja yang memperdebatkan ataupun mempermasalahkan kebenaran maka ia telah menipu logika dan syari'at. Allah berfirman:
"Mereka membantahmu perihal kebenaran setelah tiba nyata."(Al Anfal:6)
Al Muzni menyampaikan bahwa hendaknya perdebatan dilakukan untuk mencari ridho Allah, apabila telah terang maka wajib diterima. Oleh alasannya yaitu itu ada pertanyaan yang tidak ada jawabannya selain mendiamkannya alasannya yaitu kalau tidak ada dalil yang menjelaskannya maka kita menahan diri dengan tidak mengambil sikap, tidak meyakini adanya maupun tidak menafikannya melainkan kita wajib bertawakuf baik secara mutlak maupun hingga kita menemukan dalil. Ingatlah, mendiamkan sesuatu berbeda dengan memastikan tiada atau adanya.
6. Kebatilan tidak dibantah dengan kebatilan tetapi kebatilan ditolak dengan kebenaran
Ulama-ulama terdahulu dan para Imam mencela pendapat dan fatwa yang batil, mereka mencela orang yang menolak bid'ah dengan bid'ah dan orang yang menolak perbuatan jahat dengan kejahatan yang lainnya walaupun untuk menegakkan Sunnah. Akan tetapi kebatilan itu hanya ditolak dengan kebenaran maka bid'ah harus ditolak dengan Sunnah shahihah. Oleh alasannya yaitu itu dalam berdebat harus berlandaskan pada Al Alquran dan Sunnah supaya selamat dari bid'ah dan kesesatan.
7. Menggunakan dalil yang disepakati dalam masalah-masalah yang diperselisihkan
Tujuan dari perdebatan yaitu untuk mengembalikan lawan kepada suatu yang benar melalui jalan yang diketahuinya, akibatnya perdebatan yang dilakukan harus berlandaskan Kitab dan Sunnah alasannya yaitu kebenarannya yang tidak diragukan lagi.
8. Istilah-istilah gres tidak akan merubah hakekat sedikitpun
Adakalanya dalam memberikan dan menyebarluaskan kebid'ahannya andal bid'ah memakai istilah-istilah yang dikemas semenarik mungkin untuk mencari pengikut gres dengan cita-cita iktikad mereka yang sesat itu sanggup diterima oleh orang awam. Mereka juga memakai istilah-istilah yang jelek dan gelar-gelar yang keji terhadap lawan mereka dari kalangan Ahlus Sunnah supaya umat ini menjauhi mereka dan sebagai pelecehan terhadap ilmu-ilmu mereka.
9. Tidak menyimpangkan balasan untuk mengelak dari kekalahan Menyimpangkan balasan yaitu menjawab pertanyaan dengan balasan yang bukan pertanyaannya. Salah satu misalnya yaitu balasan yang dilontarkan oleh Bisyir Al Marisi atas pertanyaan Abdul Aziz Al Maki ketika dia bertanya kepadanya," Apakah Allah mempunyai ilmu?" Bisyir menjawab,"Allah tidak bodoh."Karena ia tahu kalau ia menjawab "ya" maka batallah hujjahnya yang menyampaikan bahwa Al Alquran itu Adalah makhluk. Tetapi kalau menjawab"tidak" terang ia telah mendustakan nash-nash Al Quran. Maka ia menyimpangkan jawabannya supaya dua balasan itu tidak menyudutkannya. Dan Al Makmun menyaksikan kekalahannya tersebut.
Referensi: Penyimpangan Akidah Dari Manhaj Ahlus Sunnah, Usman Ali Hasan
Sumber: perpustakaan-islam.com
Rasulullah telah memberi solusi yang jitu yaitu kesepakatan kepada jama'ah dengan memegang teguh Al Alquran dan Sunnah sesuai dengan metode salafus sholeh. Inilah yang sering dilalaikan oleh kebanyakan jama'ah yaitu pemahaman salafus sholeh baik dalam berakidah, beramal, bertahkim, tarbiyah dan mensucikan jiwa, alasannya yaitu merekalah generasi terbaik umat ini.
Maka setiap jama'ah yang tidak mengikuti manhaj ahlus sunnah wal jama'ah yaitu menyimpang dan sesat. Kalau dinasehati pastilah mereka menyiapkan argumen-argumen dan subhat-subhat untuk membenarkan fatwa mereka padahal kebenaran telah tiba kepada mereka. Kalau kita berada di atas jalan kebenaran dan memahami dalil-dalilnya, tidaklah sulit untuk membantah mereka alasannya yaitu kita mempunyai senjata yang ampuh yaitu Al-Quran dan Sunnah. Namun demikian kita harus mengikuti kaidah-kaidah dalam membantah bid'ah supaya kita tetap selamat, kaidah-kaidah tersebut antara lain:
1. Apabila mengutip, kutiplah riwayat yang shahih dan apabila menuduh sertakan dalil.
Tuduhan yang dilontarkan tanpa dalil yaitu tuduhan kosong. Dalil yang dimaksud sanggup berupa dalil naqli ataupun dalil 'aqli. Dalil naqli dituntut keshahihannya, sedangkan dalil 'aqli dituntut kejelasan dan kegamblangannya. Allah berfirman: "Katakanlah:"Datangkanlah penjelasan-penjelasan kau apabila kau orang yang benar."(Al Baqarah: 111)
2. Tidak seyogyanya memotong dalil dan berdalil dengan sebagiannya saja.
Inilah kondisi andal bid'ah yang sesungguhnya, mereka selalu mencari kalimat-kalimat syar'i yang sanggup dipakai sebagai pembenaran atas bid'ah-bid'ah yang mereka lakukan. Sehingga dengan itu semua mereka sanggup membuatkan bid'ah itu kepada kaum muslimin yang lemah imannya.Muhammad bin Ka'ab Al Qurazhi berkata,"Demi Dzat yang jiwaku berada di tangan-Nya, sungguh iblis lebih tahu perihal Allah dari pada mereka (Kaum Qadariyah). Iblis mengetahui siapa yang mentakdirkannya menjadi sesat, sedangkan mereka menyangka kalau yang menyesatkan mereka dan memberi mereka petunjuk yaitu diri mereka sendiri."
3. Kebenaran harus diterima dari manapun datangnya.
Suatu kebenaran sanggup diterima manakala keberadaannya sesuai dengan dalil, dalam hal ini pembicara tidak kuat untuk mendapatkan kebenaran ataupun menolak kebatilan. Oleh alasannya yaitu itu Ahlus Sunnah mendapatkan kebenaran dan menolak kebatilan tanpa melihat loyalitas dan permusuhan. Ibnul Qayyim berkata,"Barang siapa yang menerima hidayah dari Allah untuk mendapatkan kebenaran bagaimanapun jenisnya dan dengan siapa kebenaran itu, walaupun ia bersama orang yang dibenci dan dimusuhinya, walaupun juga kebatilan itu bersama orang yang dia cintai, maka dia termasuk orang yang menerima hidayah untuk mengetahui kebenaran yang diperselisihkan. Allah berfirman: "Dan janganlah sekali-kali kebencianmu terhadap sautu kaum mendorong kau untuk berlaku tidak adil. Berlaku adillah alasannya yaitu adil itu lebih akrab kepada takwa."(Al Maidah:8)
4. Hukum perkataan selain syar'i
Setiap perkataan insan dalam ketentuan-ketentuan syari'at harus dipertimbangkan dengan Al Alquran dan As Sunnah, bukan ditentukan dengan banyak atau sedikitnya pengikut. Karena manusialah yang diukur dengan kebenaran, apabila perkatannya sesuai dengan keduanya, maka kebenaran yang ia sampaikan harus diterima begitupula sebaliknya. Kalau perkataannya mengandung dua kemungkinan (benar atau salah), maka: Jika maksud pembicara diketahui maksudnya maka ia dihukumi dengan maksudnya itu. Tapi kalau tidak diketahui maksudnya maka lihat riwayat hidupnya. Perkatannya ditafsiri dengan makna yang baik apabila riwayat hidupnya baik.
5. Tidak berbantah-bantahan dengan orang sofis
Sofis(orang yang suka memakai argumen muluk-muluk untuk menyesatkan, bukan untuk menyatakan kebenaran) dan mendiamkan apa-apa yang didiamkan oleh Allah dan RasulNya Apabila kebenaran telah terang dan gamblang, maka harus diterima tanpa diperdebatkan secara ilmiah maupun alamiah alasannya yaitu siapa saja yang memperdebatkan ataupun mempermasalahkan kebenaran maka ia telah menipu logika dan syari'at. Allah berfirman:
"Mereka membantahmu perihal kebenaran setelah tiba nyata."(Al Anfal:6)
Al Muzni menyampaikan bahwa hendaknya perdebatan dilakukan untuk mencari ridho Allah, apabila telah terang maka wajib diterima. Oleh alasannya yaitu itu ada pertanyaan yang tidak ada jawabannya selain mendiamkannya alasannya yaitu kalau tidak ada dalil yang menjelaskannya maka kita menahan diri dengan tidak mengambil sikap, tidak meyakini adanya maupun tidak menafikannya melainkan kita wajib bertawakuf baik secara mutlak maupun hingga kita menemukan dalil. Ingatlah, mendiamkan sesuatu berbeda dengan memastikan tiada atau adanya.
6. Kebatilan tidak dibantah dengan kebatilan tetapi kebatilan ditolak dengan kebenaran
Ulama-ulama terdahulu dan para Imam mencela pendapat dan fatwa yang batil, mereka mencela orang yang menolak bid'ah dengan bid'ah dan orang yang menolak perbuatan jahat dengan kejahatan yang lainnya walaupun untuk menegakkan Sunnah. Akan tetapi kebatilan itu hanya ditolak dengan kebenaran maka bid'ah harus ditolak dengan Sunnah shahihah. Oleh alasannya yaitu itu dalam berdebat harus berlandaskan pada Al Alquran dan Sunnah supaya selamat dari bid'ah dan kesesatan.
7. Menggunakan dalil yang disepakati dalam masalah-masalah yang diperselisihkan
Tujuan dari perdebatan yaitu untuk mengembalikan lawan kepada suatu yang benar melalui jalan yang diketahuinya, akibatnya perdebatan yang dilakukan harus berlandaskan Kitab dan Sunnah alasannya yaitu kebenarannya yang tidak diragukan lagi.
8. Istilah-istilah gres tidak akan merubah hakekat sedikitpun
Adakalanya dalam memberikan dan menyebarluaskan kebid'ahannya andal bid'ah memakai istilah-istilah yang dikemas semenarik mungkin untuk mencari pengikut gres dengan cita-cita iktikad mereka yang sesat itu sanggup diterima oleh orang awam. Mereka juga memakai istilah-istilah yang jelek dan gelar-gelar yang keji terhadap lawan mereka dari kalangan Ahlus Sunnah supaya umat ini menjauhi mereka dan sebagai pelecehan terhadap ilmu-ilmu mereka.
9. Tidak menyimpangkan balasan untuk mengelak dari kekalahan Menyimpangkan balasan yaitu menjawab pertanyaan dengan balasan yang bukan pertanyaannya. Salah satu misalnya yaitu balasan yang dilontarkan oleh Bisyir Al Marisi atas pertanyaan Abdul Aziz Al Maki ketika dia bertanya kepadanya," Apakah Allah mempunyai ilmu?" Bisyir menjawab,"Allah tidak bodoh."Karena ia tahu kalau ia menjawab "ya" maka batallah hujjahnya yang menyampaikan bahwa Al Alquran itu Adalah makhluk. Tetapi kalau menjawab"tidak" terang ia telah mendustakan nash-nash Al Quran. Maka ia menyimpangkan jawabannya supaya dua balasan itu tidak menyudutkannya. Dan Al Makmun menyaksikan kekalahannya tersebut.
Referensi: Penyimpangan Akidah Dari Manhaj Ahlus Sunnah, Usman Ali Hasan
Sumber: perpustakaan-islam.com