Keindahan Nan Maha Indah
sebagaimana padi yakni bukti bijibijian, pula kekupu yakni bukti kepompong
duhai Saki, sebagaimana arak yakni bukti e-angguran, pula mabuk yakni bukti kepayang
demikian pula Pengingat, sang dzaakir, yakni bukti akan yang diingat
dan IndahNya, lukisan alam mayapada, yakni bukti akan KeindahanNya
Cantiknya wujud yakni lautan keindahan tiada tara yang dilihat oleh hamba-hamba yang karam dalam samudera IngatanNya akan diriNya sendiri. Maka, terperinci dalam jiwa-jiwa mereka yakni nyanyian merdu alastu birobbikum. Apa yang mereka lihat? Samudera dalam sekendi air, bahkan segenap kehidupan dalam setetes air. Mentari dalam rembulan, bahkan Sang Maha Matahari Bersinar di dalam hati namun sejuk sekali. Kesucian Nya Yang Maha Suci dalam tasbih-tasbih, bahkan dalam desahan dan keluhan.
Kehidupan ini bagi Pengingat, yakni Nan Diingat
Keberadaan ini bagi Pecinta, yakni Nan Dicinta
Pengingat -lah nan Diingat, dan nan dingingat -lah pengingat
Sebagaimana Layla tampak bagi Majnun, walau di mata domba, dan Majnun tampak bagi Layla walau dibalik domba
Bahwasanya orang yang senantiasa karam dalam ingatan kepadaNya yakni diriNya sendiri, sebagaimana berdasarkan Ibn ‘Arabi (q.s.) perihal makna man ‘arafa nafsahu faqod ‘arafa robbahu, barangsiapa mengenal bahwa dirinya yakni ketiadaan, dan tiada selain Dia, maka Ia telah mengenal TuhanNya, yakni Yang Maha Ada.
Dituliskan oleh kekasih orang-orang beriman di final zaman, Imam Ruhullah Al-Musawi Khomeini dalam al-aadab al-ma’nawiyyah li ash-sholah, Allah Ta’aala berfirman kepada Nabi Musa ‘alaihissalam (dalam al-Kafiy); Wahai Musa, jangan tinggalkan dzikir (kepada)-Ku dalam setiap perkara. Beliau juga mengutipkan sebuah hadits mulia dari Ash-Shodiq (‘alaihis-salaamu); Allah Ta’alaa berfirman ; Wahai Bani Adam, ingatlah Aku dalam dirimu, (niscaya) saya akan ingat dirimu di dalam diri-Ku. Juga dalam Al-Kaafiy yang mulia, Beliau ( Ash-Shadiq ‘alaihis-salaamu) bersabda; Adz-dzaakiru (Orang yang berdzikir) kepada Allah ‘Azza wa Jalla di tengah-tengah orang yang lupa bagaikan orang yang mati dari orang-orang yang berperang ( al-muhaaribiina al-ghoziina).
Yakni, pedzikir kepadaNya di kalangan orang-orang yang lalai, yakni orang yang telah mati sebelum mati, telah terbuka hijab baginya bahwa dirinya tiada, dan Yang Ada hanyalah Dia Semata. Man ‘arafa nafsahu, yakni barang siapa mengenal dirinya, bahwa dirinya yakni ketiadaan, dan Yang Ada hanyalah Dia, faqod ‘arafa robbahu, maka Dia Mengenal Tuhannya, dan mengenangNya setiap saat.
Mengenang KaruniaNya, KeIndahanNya, Samudera AmpunanNya, Bahari KenikmatanNya, Mentari RahmatNya, Kelembutan WujudNya dan IndahNya yang mengaliri seluruh alam dini dengan merah delima dan merah mutiara jasus perindu padaNya yang memerah, pula desah-desah rintihan persatuan padaNya yang melarik ke langit, serta gelinjang-gelinjang hati-hati pecintaNya yang kolam ikan mas berenang-renang di samudera luas keberadaanNya.
Sungguh Ia yakni bukti atas diriNya sendiri
sebagaimana tiada bukti atas Wujud kecuali Wujud
Sungguh Ia yakni bukti atas benarNya sendiri
maka tiada Kebenaran, kecuali Ia menjadi penglihatanmu sendiri
orang buta menyangka ia melihat dengan matanya
orang ‘alim menyangka ia melihat dengan ilmunya
orang kasyaf menyangka ia melihat dengan bashirohnya
si faqir telah arif, Ia melihat dengan diriNya
aku-lah bukti akan dia
dan dia-lah bukti aku
karena saya dan ia tak perlu menyatu, kerna tak pernah mendua
kerna ia dan saya tak perlu bersatu, saya -lah ia -lah aku
oh, pemilik hati, kenali dengan cinta
oh, pemilik mantik, kenali dengan burhan
bahwa Dia Cantik, Cantik Sendiri
bahwa Dia Terang, Dengan Sendiri
wa allohu a’lam bi ash-showwab